Seorang lelaki setengah baya tergelak ketika Hari Banyu masuk ke dalam ruangannya dengan muka yang memerah. Jari tangan kanannya menjepit sebuah cangklong gading dengan asap yang mengepul dari rokok yang masih terbakar di ujungnya. Sementara tangan kirinya mengelus-elus tanda lahir hitam sebesar koin 500 perak yang ada di pipinya.
"Macam mana pula kau ini, Bro, bisa nyasar begitu?" ucap lelaki itu di sela-sela tawanya yang masih terkekeh-kekeh. Rehat Sitompel. Bukan nama yang asing di dunia hukum. Namanya masuk dalam jajaran 10 besar pengacara ternama di negeri ini. Hampir semua kasus yang ia tangani, selalu bisa dimenangkan olehnya.
"Hhh...." Hari Banyu hanya mendengus panjang. Dia menelentangkan tubuhnya di atas sofa Wingchair yang ditata berhadapan dengan meja Rehat Sitompel. "Hari ini benar-benar hari terburuk dalam hidupku."
Kening Rehat Sitompel langsung berkerut 200 kali lipat dari sebelumnya mendengar keluhan Hari Banyu. Ia bangkit dari kursi putarnya yang empuk sambil meletakkan cangklong di atas asbak, sebelum akhirnya berjalan mendekati Hari Banyu dan duduk di sampingnya.
"Bagaimana... Bagaimana...? Bisa kau ceritakan masalah kau sama Abang?" tanya Rehat Sitompel sambil menepuk pundak Hari Banyu yang menempel manja di sandaran sofa.
Hari banyu menoleh, menatap tangan Rehat Sitompel yang berada di pundaknya, sementara tangan kanannya segera menutup hidungnya sambil memiringkan sedikit tubuhnya untuk bergeser menghindari sentuhan Rehat Sitompel.
"Tanganmu bau sekali, Bang! Cuci tangan dulu sana!" usir Hari Banyu.
"Bau apaan?" ucap Rehat Sitompel seraya menarik tangannya dan menciuminya. "Perasaan Abang tadi makan jengkol pakai sendok, habis makan juga cuci tangan, masa masih tercium baunya?"
"Bukan bau itu, tapi bau asbak!" ucap Hari Banyu sambil membetulkan posisi duduknya. "Kalau cuma bau jengkol, aku juga doyan."
"Ha... ha... ha...." Rehat Sitompel kembali terbahak-bahak mendengar ucapan Hari Banyu. Dia tahu benar, Hari Banyu memang orang yang anti asap rokok, tapi untuk masalah makan, jengkol termasuk dalam menu favoritnya. "Wait a minute!" Rehat Sitompel bangun dari duduknya dan segera menuju ke wastafel yang berada di salah satu sudut ruang kerjanya. Selesai mencuci tangan, ia berjalan ke arah kulkas.
"Kau mau minum apa?" tanya Rehat Sitompel sambil membuka pintu lemari es yang di dalamnya tidak ada apa-apanya selain air mineral.
"Ruang kerjamu sudah seperti warteg saja, Bang!" cibir Hari Banyu. Kepalanya bergerak menyamping untuk mengintip apa saja isi yang ada di kulkas milik Rehat Sitompel. Kosong.
"Sudahlah, kau tak perlu repot-repot, Bang! Lagi pula aku ke sini mau ngomongin pekerjaan sama Abang."