AKMAL & HELSA

Agustina Herlina
Chapter #4

#4 MILIK AKU

“Helsa berangkat jam berapa, Mbak?”

Siang itu Renata kembali ke Jakarta dengan urusan rumah sakit. Dokter yang menangani suaminya meminta untuk bertemu. Renata tiba di rumah sekitar pukul satu siang. Wanita itu tidak sendiri, dia datang bersama seorang lelaki yang usianya masih sangat muda.

“Siapa?” Bukannya menjawab, Mbak Ana malah bertanya tentang siapa lelaki yang datang bersama Renata.

“Oh, dokter Adryan kenalkan ini Mbak Ana. Dia mengikuti keluarga kami sejak awal pernikahan saya dan Bapak,” kata Renata.

Rupahnya, dia seorang dokter. Masih muda dan sangat tampan. Berkemeja putih dan celana Chino. Dandanannya sangat rapih, potongan rambutnya sesuai dengan bentuk wajahnya.

“Helsa itu siapa, Bu?” tanya dokter tersebut.

Renata lupa bahwa dia tidak memberitahu nama anaknya, saat memperlihatkan foto Helsa pada dokter Adryan.

“Helsa adalah anak saya yang tempo hari saya tunjukkan fotonya,” jawab Renata. Dokter Adryan mengangguk. Gadis itu sangat cantik.

Tapi, Adryan ingin sekali bertemu gadis bermata sayu itu. Entah mengapa, Adryan ingin berkenalan dengan dia.

“Helsa sekolahnya dimana?” tanya Adryan.

“SMA Harapan. Tidak jauh dari Mawar Medika,” jawab Renata.

Kemudian Renata meminta dokter Adryan untuk menunggu di ruang tamu, dan menyuruh Mbak Ana menyiapkan minum untuknya.

“Mbak,” panggil Renata, menghampiri Mbak Ana yang sedang membuatkan The untuk dokter tersebut.

“Iya, Bu.”

“Dokter Adryan gimana menurut Mbak?” tanya Renata.

Mbak Ana mengerti jalan pikiran majikannya. Renata mungkin tertarik ingin mendekatkan dokter tampan itu dan Helsa. Tapi, Helsa sudah memiliki Akmal.

“Tampan, baik, dan juga sopan, Bu,” jawab Mbak Ana. Itu jawaban paling jujur yang diberikan Mbak Ana.

“Aku mau meminta Helsa pulang lebih awal, dan mempertemukan mereka berdua. Siapa tahu cocok ‘kan, Mbak.”

Renata mengeluarkan ponsel, mengirim pesan untuk putri tunggalnya. Pikir Renata, Helsa pasti menyukai dokter Adryan dan meninggalkan pacar brengseknya.

 

***

 

Helsa menggeliat kecil dalam tidur, kelopak matanya perlahan terbuka. Pemandangan di depan ini membuatnya tersenyum kecil, wajah Akmal terlihat damai dalam tidur. Dengan jemari lentiknya, dia meraba rahang tegas itu. Akmal mirip seperti Mamanya, mata dan juga bentuk wajahnya sama persis.

Akmal sudah mulai terganggu dengan aksi Helsa yang terus menangkup wajahnya. Lihat bagaimana netra keduanya bertemu, Helsa tampak memperhatikannya dengan seksama. Akmal tersenyum samar, tangannya mempererat pelukannya pada pinggang kekasihnya. Lebih dekat, wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.

Pemuda itu mengerjap mata berulang kali, kepalanya terasa pusing akibat alkohol semalam.

"Mau aku buatkan mie instan?" tawar Helsa. Gadis itu cukup tahu bahwa biasanya orang yang baru sadar dari mabuk akan lebih nikmat jika memakan sesuatu pedas, misalkan mie instan.

"Boleh," jawabnya senang.

"Tapi masih pagi banget, Al," keluh Helsa. Ya, jam baru menunjukkan pukul lima pagi. Entah mengapa keduanya bangun secepat ini.

"Ya udah."

"Ya udah apa?" tanya Helsa bingung.

"Lanjut tidur."

"Nggak, udah pagi," sergah Helsa.

"Aku mau nanya, boleh?" tambah Helsa.

"Apa sayang?"

"Kenapa segala sesuatu kamu harus pakai alkohol? Maksud aku apa nggak ada cara yang bisa atasi masalah kamu?" tanya Helsa.

"Maaf, sayang,” ucap Akmal.

"Al, alkohol nggak bisa selesaikan masalah sekecil apapun itu. Kamu bisa cerita ke aku," tutur Helsa lembut.

"Apa nanti aku masih bisa cerita ke kamu, kalau penyebabnya adalah kamu sendiri?" Akmal bertanya, tatapannya begitu sendu.

Helsa tidak mengerti apa maksud lelaki itu, dia mengubah posisi bersandar pada kepala ranjang.

"Sa, jawab!" desak Akmal.

"Al, kamu ngomong apa sih!" decak Helsa.

"Kamu tahu aku selalu takut. Setiap aku terbangun dari tidur aku selalu memastikan keberadaan kamu, aku ngeliat chat terakhir kita, apa baik-baik saja?"

Lihat selengkapnya