Gaung memarkirkan motornya di depan sebuah warung yang tepat berada di sisi kiri gerbang kompleks perumahan oma Andya. Dia memutuskan untuk menunggu Andya di sini saja sembari merokok. Ketika membuka dompet untuk membayar dua batang rokoknya, penglihatan Gaung terpeleset pada lembaran uang seratus ribuan yang diberikan Aras pagi tadi.
“Lumayan. Bisa gue pake buat jalan-jalan sama Andya atau modal modifikasi motor.” Gaung tersenyum dengan ide tersebut.
Selesai membayar rokoknya, dia berjalan ke pelataran warung dan menyenderkan punggungnya pada tiang penyangga warung. Kepulan asap rokok langsung terlihat tak lebih dari setengah menit kemudian.
Andya memang tidak mengizinkannya mengantar sampai dalam. Perempuan itu bersikeras ingin diantar sampai gerbang kompleks saja dan menyuruh Gaung untuk bergegas pulang. Katanya, “Nyonya Riharsso itu galak. Aku khawatir kamu jadi korban kekerasan kalau ikut masuk.”
Gaung balas berbisik, “Oma kamu suka main tangan?”
“Enggak, kok. Oma baik.” Bola mata Andya kemudian terbelalak panik. “Pokoknya, jangan masuk ke dalam, oke?” Dia lantas berlari tanpa menunggu jawaban Gaung.
Mengingat itu, kepala Gaung menggeleng-geleng. Dia berpikir, Andya pasti ingin terlibat obrolan yang lebih privasi dengan omanya.
Ingatan Gaung lalu melayang ke lokasinya sekarang. Kalau dia melintasi jalan besar di sisi kirinya kemudian belok kiri di pertigaan yang ada di depan sana, dia barangkali bisa bertemu Aras yang tengah bekerja. Jaraknya mungkin sekitar 160 meter. Gaung baru memikirkan untuk mengunjungi pabrik tempat Aras bekerja sebelum menyadari bahwa jam pulang kerja Aras sudah berdenting sejak pukul tiga tadi. Punggungnya kembali menyender.
Namun, penglihatan Gaung justru menemukan sosok Aras di seberang jalan. Pakaian yang dikenakannya berupa celana jeans hitam pudar dan jaket kain lusuh berwarna hitam juga. Sudah jelas merupakan gaya berbusana Aras untuk pergi bekerja. Jadi, pria itu jelas baru kembali dari pabrik. Kalau begitu, apakah wanita—yang Gaung perkirakan berusia awal kepala tiga—yang berjalan di sisi Aras adalah rekan kerjanya?
Mereka tampak tengah mengobrol. Netra Gaung terus mengikuti ke mana kaki mereka melangkah. Tubuhnya sampai berdiri tegak dan bergerak mendekati jalan besar di tengah mereka. Sepasang manusia itu ternyata berjalan menuju sebuah kontrakan tiga petak di pinggir jalan yang letaknya tidak akan terlihat dari warung karena terhalang pohon besar.