Aksara 4 Cangkir

Adam Nazar Yasin
Chapter #16

Menunda Imajinasi

Semakin padatnya aktivitas kuliah dan organisasi, aku memutuskan menyerah dalam pengembangan Channel YouTube Agriviary. Di tengah tanggung jawab sebagai ketua organisasi setingkat himpunan, aku sudah kehabisan ide harus membuat konten pertanian. Apalagi, Teman-teman di grup juga sudah jarang merespon pesanku. Niat ingin memiliki ikatan teman untuk pergerakan yang positif, kini terasa sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Tepat pada 17 Maret 2021, aku membuat video terakhir yang aku rangkai saat berada di Subang. Syukurnya, di desa sebelah ada pabrik pengolahan hasil singkong, pisang, dan nangka yang bisa aku jadikan konten sebagai upaya mempertahankan Channel yang terlihat menurun grafiknya.

“Yah, gagal deh ….” aku menatap layar dashboard Channel yang sudah memiliki 100 Subscriber itu. Terlihat grafiknya menjadi tanda panah merah kebawah karena sudah tidak konsisten seperti sebelum menjabat ketua himpunan.

Ternyata antusias saja tidak cukup. Butuh fokus yang disertai dengan kelengkapan peralatan yang mampu merealisasikan imajinasi ini. Sejujurnya sejak hasil konten di Rancakalong, aku tidak puas dengan apa yang dihasilkan. Teman-teman tidak melengkapi konsep mentah yang telah aku rangkai. Mereka terlalu fokus dengan obrolan pak Ada, sampai tidak memberikan solusi bagaimana baiknya pengambilan video yang baik.

“Ya udah deh, mau gimana lagi. Mereka juga cuman ikut-ikutan tertarik sama hal ini, tapi bukan mimpi mereka.” gumamku yang berdamai dengan takdir.

Meski begitu, aku mengalihkan fokus untuk mempertaruhkan gagasan pada sebuah kompetisi video yang diselenggarakan oleh akun Instagram bernama ‘Dari Balik Lensa’. Komunitas fotografi itu sedang bekerja sama dengan kementerian pertanian Indonesia untuk masyarakat umum agar memberikan karya terbaik di bidang videografi dan menceritakan pengusaha inspiratif di daerahnya masing-masing.

“Menarik nih, aku harus meliput siapa yah?” gumamku memikirkan siapa yang cocok aku ajak kolaborasi di kompetisi ini.

 Aku mencari nama brand produk pertanian lokal yang berada di kota Subang melalui google, dan hasilnya sungguh menggembirakan. Sebuah produk beras organik dengan brand ‘Pringkasap’ membuatku senang bukan main. Nama brand itu merupakan wilayah pusat dari kecamatan sebelah, yaitu Pabuaran.

“Inikan nama tempat yang dulu pernah main sama anak-anak SMP ….” gumamku yang masih ingat bahwa pernah punya memori hidup di nama tempat itu. Tanpa basa-basi lagi, aku menghubungi seorang teman yang masih aku simpan nomernya dan terlihat aktif di status WhatsApp, yaitu Fajar.

“Assalamualaikum jar,” pesanku membuka percakapan. Pesanku sudah bertanda ceklis 2, namun tidak ada tanda bahwa dirinya sedang online.

 Namun setelah aku tinggal beberapa saat, akhirnya Fajar menjawab, “Waalaikumsalam, gimana dam?”

Melihat notifikasi jawaban darinya, aku screenshot brand ‘Pringkasap’ dari google dan langsung mengirimkannya.

“Jar, tau produk ini gak?” tanyaku.

Tanpa waktu lama, dirinya menjawab, “Oh tau atuh dam, deket rumah itu. Produk beras organik asli Pabuaran. Ada apa nanyain itu?”

Dengan rasa senang, aku menjelaskan maksud dan tujuan, “Jadi gini jar, ceritanya kementerian pertanian lagi ngadain event videografi tentang pengusaha inspiratif di daerah masing-masing. Tadi urang menemukan nama ini di google, kan jadi ingat ente yang asli orang Pringkasap. Ada kontak yang bisa di hubungi ke pihak beras organik ini enggak?”

“Ohh, kang Dedi dam. Bentar urang kirim kontaknya.” jawab Fajar. Dirinya lalu menyematkan kontak owner brand tersebut. Terlihat foto kontak WhatsApp kang Dedi sama dengan logo beras 'Pringkasap' yang aku temui di google.

“Alhamdulillah, thank you jar ….” ucapku berterima kasih atas pemberian kontaknya.

“Sama-sama dam.”

Sejenak aku baca-baca terlebih dahulu segala hal tentang beras organik dari berbagai jurnal ilmiah. Untuk saat ini, alur kompetisi akan aku prioritaskan daripada untuk kepentingan Channel YouTube. Entah bagaimana kelanjutannya, yang jelas aku tidak boleh diam saja meski baru saja mengalami kegagalan yang menyakitkan. Hadiah besar di kompetisi video ini perlu aku menangkan demi menyempurnakan peralatan audio-visual.~

***

Setelah memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan, aku diperbolehkan untuk meliput tempat produksi beras organik. Kang Dedi memberikan titik lokasinya melalui Whatsapp. Aku bilang ke ibu agar besok mau meminjam motor untuk pergi ke Pringkasap.

“Bu, besok mau pinjem motor bentar yah ke Pringkasap.” ucapku saat sesudah solat maghrib.

Ibu sedikit terlihat heran, “Ngapain? Mau main ke Fajar?”

“Mau ke pabrik beras organik, ada kompetisi video dari Kementerian Pertanian. Temanya tentang pengusaha inspiratif di daerah masing-masing.” jelasku.

Namun respon ibu buatku terkejut, “Beras organik? Wih, ikut dong ibu.”

“Hah ikut?” aku kaget bukan main.

“kenapa?Gak boleh?” tanya ibu dengan menyipitkan mata.

“Eh? ayo aja sih. Pagi jam 9 perginya.” jawabku dengan rasa tidak menyangka.

Keesokan harinya, aku pergi dengan ibu sesuai rencana kemarin malam. Hanya sekitar 20 menitan, kami sampai di tempat produksi beras organik. Terlihat ada banner bertuliskan ‘Beras Organik Pringkasap’. Aku melangkahkan kaki ke depan ruko berwarna hijau di bawah banner itu.

“Assalamualaikum,” ucapku kehadapan rumah yang belum terlihat penghuninya.

Setelah beberapa kali melontarkan salam, terlihat ada sosok lansia berpakaian kaos oblong yang menghampiri aku dan ibu. Aku yakin kalau itu bukan kang Dedi.

“Waalaikumsalam, mau kesiapa de?” tanya sosok lansia tersebut.

Lihat selengkapnya