Aksara 4 Cangkir

Adam Nazar Yasin
Chapter #18

Ruang Kesempatan

Tiba di semester 7, masa magang angkatan 2018 telah berakhir. Aku, Iqbal, Endang, dan Faisal kembali menyeduh kopi bersama setelah 6 bulan lebih terpisah. Iqbal dan Faisal sudah berhasil menyelesaikan magangnya di Pondok Pasantren Al-Ittifaq yang berada di Kabupaten Bandung. Sementara Endang bersama dengan Rafi menuntaskan magang di PT. Marshall Membangun Bangsa yang berada di Arcamanik. Kami berkumpul di warung kopi yang baru ditemukan Iqbal, tepat di belakang kampus.

“Huaaa, beres juga magang itu ....” ucap Iqbal setelah menyeruput kopinya.

Aku meresponnya, “Keknya yang di Al-Ittifaq bahagia nih.”

“Edan dinginnya bray, di Kosambi gak segitunya.” sahut Faisal.

Endang bertanya, “Ngurusin apa aja bal?”

“Banyak pisan dang. Tapi kebanyakan sayuran sama wortel sih yang subur. Bukan cuman ngurus kebun, kita praktek sampai proses packagingnya juga.” jawab Iqbal.

Melihat percakapan itu, aku semakin yakin kalau hidup adalah proses berkelana tanpa henti. Keputusan berpindah-pindah dalam proses pembelajaran harusnya menjadi alur hidup yang di prioritaskan oleh banyak kalangan muda. Aku sedikit malu, magangku hanya bertempat di sekitar kampung halaman akibat ketatnya peraturan tentang Covid-19 di Subang. Tidak ada cerita yang bisa aku banggakan.

“Dam, magang teh di peternakan ayam?” tanya Faisal.

Aku menjawab dengan sedikit tidak bergairah, “Yoi. Soalnya enggak bisa kemana-mana euy ketat banget.”

“Motong ayam atuh di rumah?” tanya Iqbal.

Pertanyaan itu sedikit membuat moodku naik, “Haha, Alhamdulillah dapat pas akhir periodesasi panen. Di kasih 2 sama yang punya ternaknya.”

“Mantap hahaha ….” sahut Faisal.

Namun tiba-tiba, Iqbal membuka topik pembicaraan tentang Agriviary.

“Ngonten lagi gak nih?”

Mendengar pertanyaan itu, aku terdiam. Terasa sangat menyedihkan gagasan besarku harus menguap begitu saja tanpa pamit.

Tapi Endang meresponnya, “Ah kacau, kirain teh bakal pada terus antusias.”

Mendengar respon itu, aku merasakan kekesalan dalam diri Endang. teringat beberapa kali dirinya berinisiatif menawarkan materi konten ketika grup terasa pasif. Namun apalah daya, aku seorang diri yang tidak bisa mengontrol semua kebutuhan konten, pada akhirnya harus menyerah.

Faisal meneguk minumannya, tidak merespon apapun. Aku memulai topik pembicaraan terkait akademik di masa akhir kuliah ini, yaitu skripsi.

“So, udah pada punya judul skripsi belum?” ucapku dengan sedikit tertawa.

Iqbal langsung menyanggah, “Nanti lah dam, jangan nambah beban pikiran. Laporan magang aja belum beres nih.”

Aku tertawa lepas mendengar jawaban itu. Rasanya memang seru membuat orang lain kepikiran suatu hal rumit.

“Santai kawan, angkatan atas juga banyak yang belum beres.” jawab Endang.

Aku meresponnya masih dengan tertawa. “Yeh, kan harus persiapan dari jauh hari. Makanya urang nanya, hahaha.”

“Ente udah ada judul dam?” tanya Iqbal.

Aku menjawab dengan senyuman terbaik, “Belum dong! Hahaha ….”

Mendengar jawabanku, kami semua tertawa bahagia.

Tiba-tiba terdengar suara adzan Ashar berkumandang, kami segera membayar kopi dan jajanannya masing-masing.

“Bal, solat deket kosan Adam dulu.” ucap Faisal yang pulangnya akan membonceng Iqbal.

Iqbal merespon dengan becanda, “Sok, urang nitip yah.”

“Nitip apaan?” Faisal terlihat bingung.

Iqbal kembali tertawa, “Nitip solat urang, ente jadi 8 rokaat.”

Lagi-lagi kami harus tertawa dengan jokes random itu.

“Heh siah gelo!” sahut Endang dengan spontan.

Kami berempat berjalan menuju masjid. Terlepas dari pertanyaan spontanku tentang judul skripsi pada mereka, hal itu sebagai pertanda kalau kami sudah ada di penghujung masa perjuangan menempuh sarjana. Waktu begitu cepat berlalu, tidak terasa bahwa kami harus kembali memikirkan masa depan…,

“Mau kemana lagi setelah ini?”

***

Tingkat akhir telah di mulai, kebutuhan akan uang yang lebih sudah mulai menghampiri. Rasa malu untuk meminta uang sudah menjadi perasaan yang tumbuh dalam fase hidup yang mulai dewasa ini. Untuk menghemat pengeluaran, aku dan Raka memutuskan pindah kos ke kawasan inti di Panyileukan. Kami mendapatkan kosan seharga 800 ribu perbulan. Aku yang sebulan harus mengeluarkan uang 650 ribu perbulan untuk kosan, kini hanya 400 ribu.

Namun sebagai mahasiswa yang sebetulnya sangat jauh dari dunia industri, rasanya sangat bingung mau memulai berkarir darimana. Apalagi, masih belum memiliki motor semakin membuat mobilitas bepergian tidak efisien jika mengandalkan angkutan umum atau ojek online.

“Duh, kerja apaan yah? Mata kuliah udah enggak banyak nih. Sayang waktu banget.” gumamku yang merasa tidak tenang.

Saat masih semester 6, sebetulnya aku sudah melihat-lihat lowongan kerja. Namun rumitnya kewajiban akademik dan agenda LKMM membuatku menunda melamar ke berbagai tempat. Kebanyakan tempat juga mewajibkan lowongan kerja untuk mereka yang minimal seorang sarjana. Sebuah kondisi yang sedikit membuatku tidak bisa berbuat apa-apa.

Namun di awal bulan November, ibu memberikan sebuah info lowongan kerja di Panyileukan yang ditemukannya dari salah satu grup Facebook.

“Dam, ini ada lowongan kerja di Panyileukan. Jadi penjaga stand es goyobod, mau gak?” ucap ibu via telepon.

Aku sedikit heran dengan produknya, “Es goyobod?”

“Iya, yang kayak jelly itu ….”

Aku menunda jawaban sejenak, “Bentar mau searching dulu ….”

Aku browsing sejenak untuk memastikan apa itu es goyobod. Tulisan di samping kanan dari Wikipedia dengan tampilan produknya menuliskan :

Minuman khas Sunda yang berbasis santan dan mirip dengan es campur, es goyobod yang berbahan aci atau tepung tapioka sehingga terasa kenyal, ditambahkan potongan roti tawar, pacar cina, tape singkong, serutan daging kelapa ….

Sejenak aku memperhatikan fotonya, “Oh ini! Tau atuh, sering beli dulu ….”

“Gimana?” sambung ibu.

Aku merasa tertarik, “Oke boleh deh! Kirim aja nomer pemiliknya.”

“Iya nih dikirim. Hubungi langsung ya ….” ucap ibu menutup percakapan.

Ibu memberikan kontak dari akun yang membuka lowongan kerja itu, namanya teh Rini. Aku tanpa berpikir panjang lagi langsung menghubunginya melalui WhatsApp.

“Assalamualaikum teh Rini, Perkenalkan saya Adam. Apakah benar sedang membutuhkan karyawan untuk menjaga stand es goyobod?”

Teh Rini terlihat online, meskipun ceklis birunya dimatikan. Namun tidak lama, dirinya merespon.

“Waalaikumsalam. Hallo Adam, iya betul kami sedang membutuhkan penjaga stand. Adam tinggal dimana yah?”

Lihat selengkapnya