Dua minggu sudah Aksara akhirnya sehat pasca sakit. Aku pun menjalani hari-hari biasa sebagai seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Hari ini adalah hari pertama Aksara kembali menjalani terapi setelah hampir dua minggu dirawat dan seminggu masa pemulihan.
Aku sangat memperhatikan perkembangan Aksara dari hari-kehari. Tak henti-hentinya diri ini mengucap syukur atas karunia yang Tuhan berikan. Meski Aksara terlambat dalam tumbuh kembangannya, Aksara sebenarnya sudah menunjukkan potensi kelebihan dibalik kekurangannya itu.
Bila berkaca dari hasil pemeriksaan dokter anak dan psikolog anak, Aksara memiliki beberapa gangguan dalam dirinya. Seperti gangguan bicara, berkomunikasi, interaksi, dan perilaku. Syukurlah Aksara masih bisa di ajak bertatap mata meski hanya sekilas. Ekspresi wajahnya pun tidak terlalu datar. Bahkan, dia bisa merespons jika di ajak berkomunikasi dan bercanda.
“Kamu main apa?” tanya seorang anak laki-laki berusia sekitar delapan tahun. Anak laki-laki tersebut tiba-tiba datang menghampiri Aksara saat kami sedang bermain mainan dinosaurus di halaman depan rumah.
“Kamu main apa,” jawab Aksara dengan mengulang pertanyaan dari anak itu. Ini salah satu dari ciri-ciri autis yang dimiliki Aksara, yaitu membeo atau mengulang kata-kata dan pertanyaan. Hal ini terjadi karena anak penyandang autis belum bisa memahami konteks tanya jawab.
Melihat kebingungan dari anak itu, dengan penuh senyum manis aku memberi penjelasan dengan bahasa yang mudah untuk dimengerti. “Dia lagi main dinosaurus, Kakak. Maaf ya, karena terlalu asik main jadi lupa jawab, deh. Kakak namanya siapa?”
Bocah laki-laki itu mengangguk malu sambil menatapku. Aku bisa melihat dari gerak geriknya yang penasaran dan ingin tahu dengan mainan yang dimainkan Aksara. Aku memberi kode untuk memperbolehkannya mendekati Aksara. Ragu-ragu dia mendekati Aksara.
“Nama kamu siapa?” tanya anak itu memperhatikan Aksara yang sedang menjejerkan mainan dinosaurusnya.
“Nama kamu siapa.” Lagi-lagi Aksara membeo.
Buru-buru aku langsung menjawab pertanyaannya, “Namanya Aksara, Kakak. Kalau Kakak namanya siapa?”
“Nama aku Tio, Tante. Itu namanya apa?” tanya Tio seraya menunjuk dinosaurus yang besar.
“Tylanosaurus,” jawab Aksara beberapa detik kemudian, tetap dengan pandangan mata pada mainannya itu.
“Kalau yang ini?” tanya Tiko lagi. Kali ini Tio menunjuk ke sebuah dinosaurus yang memiliki dua tanduk di atas kepalanya.
“Tlicelatops,” jawab Aksara sedikit kesal karena Tio hendak memegang mainannya. Hal itu membuat Tio sedikit menjauh.
Aku yang sedari tadi memperhatikan mereka hanya bisa tersenyum kecil. Aku langsung memberinya isyarat untuk duduk di dekatku begitu tatapan Tio tak sengaja melihatku. Aku langsung menawarinya buah mangga manis yang sudah dikupas. Bola mata Tio berbinar menyambut sepiring mangga manis itu.
Betapa bahagianya melihat ada anak yang mau bermain bersama Aksara. Biasanya anak-anak yang lain menjauh karena sikap Aksara yang aneh. Kebanyakan mereka hanya penasaran dan mengintip saja dari balik pagar rumah.
“Tio mau mangga lagi? Tante bungkusin buat kamu bawa pulang, ya? Kebetulan pohon mangga Tante lagi berbuah banyak.” Tanpa menunggu jawaban dari Tio, aku langsung sama memasukkan lima buah mangga ke dalam kantong plastik dan memberikannya pada Tio.
“Tante? Aksa suka sama mainan dinosaurus, ya? Dia hapal nama-namanya, kalo Tio nggak bisa hapal karena nama-namanya susah,” celetuk Tio.