Aksara Samudera

yhantlies92
Chapter #9

#9 Aksara Mau Mainan Itu

13 November 2019

Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa hampir satu tahun seluruh umat manusia hidup bersama virus mematikan ini. Entah sudah berapa banyak nyawa melayang akibat terjangkit virus yang berasal dari Cina. Media tv dan media sosial setiap hari selalu memberitakan mengenai jumlah korban yang meninggal. Hal itu membuatku cemas.

Beberapa kali aku mendengar mobil ambulance lewat di sekitar kompleks tempat tinggalku. Beberapa kali juga aku mendengar pemberitahuan orang meninggal dari speaker masjid. Meski pihak pemerintah selalu mengatakan untuk tidak panik, tapi bagiku yang sedang mengandung ini justru ketar ketir dibuatnya. Ditambah tidak lama lagi aku akan segera melahirkan.

Dua bulan yang lalu, keluarga kami diselimuti kabut duka. Suami Mbak Hesti berpulang ke sisi Tuhan akibat terjangkit virus corona itu. Diketahui bahwa suami Mbak Hesti juga memiliki riwayat penyakit diabetes yang menyebabkan virus itu mudah sekali menular. Semenjak kepergian mendiang suami Mbak Hesti, Ibu Mertua meminta Mbak Hesti dan kedua anaknya untuk tinggal bersama kami.

Suasana rumah menjadi ramai karena Zahra dan Zaskia bisa mengajak Aksara bermain. Tapi, aku pikir itu bisa membuatku sedikit senang karena saat lahiran nanti aku tidak kesepian seperti beberapa bulan sebelumnya. Ternyata tidak, kedatangan Mbak Hesti justru membuatku tertekan.

***

“Aduh! Aksa! Jangan ganggu Kakak lagi zoom dong! Kakak lagi belajar,” protes Zahra yang sedang belajar secara daring di saat aku sedang menyetrika baju tidak jauh dari posisinya.

“Iya, nih. Mainnya nanti saja,” sahut Zaskia juga.

Sejenak aku menghentikan kegiatan menyetrika dan memperhatikan kedua keponakanku yang sedang sibuk belajar daring melalui zoom. Sejak virus covid ini melanda, banyak sekolah yang menerapkan metode belajar dari rumah melalui zoom. Aksara mungkin penasaran dengan apa yang dilakukan kakak sepupunya itu, berkali-kali Aksara mondar mandir di belakang mereka. Terkadang Aksara iseng mengambil alat tulis Zaskia dan menulis di buku pelajarannya.

Mbok yo di ambil dulu anaknya. Kasihan Zahra dan Zaskia mau belajar di ganggu Aksara terus.” Mbah Hesti muncul dari dapur.

“Iya, Mbak. Aku sudah melarang Aksara sejak tadi. Mungkin dia penasaran, Mbak,” ucapku berusaha membela.

“Lagian kamu dari tadi Mbak perhatiin nyetrika kok nggak selesai-selesai. Lelet banget!”

“Habis mau gimana lagi, Mbak. Perutku semakin lama semakin besar, buat duduk dalam waktu lama juga gak kuat,” belaku lagi.

“Ya kamu harus kuat, dong. Jangan karena kondisimu seperti ini sebagai alasan.”

“Iya, Mbak.”

Mendengar Mbak Hesti mengatakan itu aku hanya bisa menunduk sambil mengelus dada dalam hati. Bukannya untuk dijadikan alasan, tapi kenyataan memang kondisi kehamilan besarku ini tidak sekuat saat mengandung Aksara dahulu. Kalau bukan aku yang menyetrika semua pakaian penghuni rumah ini siapa lagi?

“Sudah… di usia kandunganmu sekarang ini memang harus banyak bergerak, jangan malas. Jangan lupa setelah menyetrika, jalan-jalan di sekitar halaman saja biar lahirannya normal,” timpal Ibu Mertua dari dalam kamarnya.

Setiap pagi dan sore hari, aku sering berjalan di sekitar halaman depan sampai belakang. Dahulu, saat aku mengandung Aksara pun sering melakukan ini. Akan tetapi, lebih sering berjalan di lapangan dekat rumah. Karena pembatasan aktifitas diluar rumah, jadinya aku melakukannya di halaman saja. Pekarangan rumah Mas Hanung ini juga lumayan luas.

Lihat selengkapnya