Aksara sudah memasuki usia tiga tahun, itu artinya tahun depan secara usia sudah bisa masuk dalam sekolah PAUD. Lagi-lagi, rasa khawatir datang melanda. Apa Aksara harus masuk PAUD? Bagaimana kalau nanti Aksara tidak mau sekolah?
“Sebaiknya Aksara tidak buru-buru masuk sekolah, Mah. Karena secara emosi Aksara juga masih belum optimal. Biarkan Aksara bermain dulu sambil mematangkan perkembangannya,” ucap Bu Isra saat Aksara mulai masuk terapi lagi setelah libur karena lockdown akibat virus mematikan itu.
“Jadi, tunggu Aksara benar-benar siap, Bu?”
“Benar. Mama juga di rumah harus telaten dalam mengajari Aksara di rumah. Nah, berhubung Aksara sudah punya adik sekalian belajar sambil bermain,” tambah Bu Isra.
***
Semenjak lahir Samudera, kondisi tubuhku tidak sekuat dulu lagi. Terkadang aku mudah masuk angin atau sering pusing. Kata Mas Hanung aku kecapekan karena mengurus Aksara dan Samudera. Syukurlah, Mas Hanung pengertian dengan kondisiku saat ini. Dia selalu membantu pekerjaan rumah seperti menjemur pakaian, menggendong Samudera ketika rewel, dan terkadang memijat punggungku.
Sudah beberapa bulan ini Mas Hanung sudah tidak bekerja lagi sebagai manajer di kantornya, alias Mas Hanung ikut terkena dampak dari PHK. Otomatis banyak waktu yang dia punya di rumah. Mas Hanung tetap mencari nafkah untuk kami dengan berjualan dimsum buatannya meski dia sudah tidak bekerja lagi.
“Apa kamu nggak nyoba buat cari kerja di perusahaan lain? Posisimu dulu cukup lumayan, lho,” tanya Ibu Mertua saat aku sedang membantu Mas Hanung membuat dimsum.
Dengan tersenyum simpul Mas Hanung menjawab, “Nggak apa-apa, Ma. Lagian sekarang ini susah mencari kerja, banyak perusahaan yang mengurangi karyawannya. Lagipula hasilnya cukup buat kebutuhan kita dan biaya terapi Aksara.”
“Yakin cukup? Ingat, masih ada Samudera. Lagian, Mama sudah suruh kalian untuk KB tapi nggak pernah didengar. Sekarang? Kasihan kan Aksara jadi nggak terurus.”
“Insya Allah cukup, Ma. Doakan saja kebutuhan kita tercukupi,” jawab Mas Hanung pelan.
Selalu saja alasan itu Ibu Mertua katakan kalau membahas tentang usaha kami. Aku tahu Mas Hanung sedang memikirkan bagaimana cara untuk mencukupi kebutuhan hidup kami. Berjualan dimsum memang hasilnya tidak seberapa. Kalau lagi banyak pesanan keuntungan penjualan lumayan. Tapi, kalau sedikit? Kami harus putar otak bagaimana memikirkan balik modalnya.
Kehidupan memang kejam. Setelah kemunculan virus mematikan itu, sontak seluruh dunia perekonomian turun drastis. Banyak orang yang kehilangan pekerjaannya, orang susah makin susah, dan lapangan pekerjaan semakin sedikit karena banyak perusahaan yang gulung tikar.
Aku kasihan sebenarnya melihat Mas Hanung, harus banting tulang demi mencukupi kebutuhan hidup kami. Mas Hanung sampai rela menjadi tukang ojek online untuk menambah pemasukan kami. Meski terkadang Ibu Mertua selalu meragukan apa yang kami kerjakan, kami tetap optimis bahwa usaha kami ini akan membuahkan hasil.
***