Sejak hari itu aku sangat menjaga kesehatan Samudera, jangan sampai dia jatuh sakit. Makanan dan minuman sangat aku jaga dengan baik. Main pun aku awasi jangan sampai kelelahan. Semua aku lakukan agar dia tidak demam. Mengingat Samudera kejang demam seperti Aksara.
Saat perpanjang rujukan untuk terapi Aksara, aku sempat bertanya kepada dokter anak yang menangani Aksara. Kata beliau memang kejang demam bisa disebabkan oleh faktor keturunan. Seperti Aksara dan Samudera, seingatku ada dua sepupu dari garis ibu yang juga sama memiliki riwayat kejang demam dan semua adalah laki-laki. Sepertinya anak laki-laki sangat rentan dengan namanya panas tinggi sampai kejang, meski tidak semua anak laki-laki seperti itu.
“Makanya Mama sudah bilang kasih kopi pahit barang sesendok teh biar nggak step seperti ini. Ngeyel, sih, kalau dikasih tahu orang tua.” Ibu Mertua langsung mengomel saat membawa pulang Samudera dari IGD waktu itu.
Menurut beliau kopi pahit bisa mencegah kejang demam terjadi. Aku mengerti bahwa itu cara orangtua dulu ketika anak mereka sakit. Karena zaman dulu untuk berobat ke dokter membutuhkan banyak biaya, maka dari itu dengan minum kopi satu sendok teh saja cukup untuk mencegah hal itu terjadi.
Akan tetapi, di zaman canggih seperti sekarang ini, hal itu tidak diperlukan lagi. Memang ada beberapa yang masih menerapkan metode itu. Aku pun terkadang cukup heran antara percaya dan tidak dengan mitos memberi kopi dapat mencegah datangnya kejang demam. Nyatanya, tidak ada manfaatnya juga kopi untuk tubuh balita seperti Aksara dan Samudera. Jika berbicara seperti itu di hadapan mereka, sudah pasti aku bakalan dikuliti mereka perlahan-lahan. Lebih baik aku mengiyakan saja biar tidak melebar kemana-mana.
***
Setelah imunisasi, Samudera semakin aktif. Perkembangannya mulai terlihat menunjukkan peningkatan, semakin pintar dan menggemaskan. Tubuhnya juga mulai gempal. Tetapi, sejak imunisasi waktu itu aku mulai trauma. Trauma ketika melihatnya sakit, padahal imunisasi sangat penting untuknya.
“Dek? Kenapa melamun? Ayo kita bungkus dimsum ini, sebentar lagi yang pesan mau ambil pesanannya.” Suara Mas Hanung membuyarkan lamunanku.
“Iya, Mas. Ini sebentar lagi selesai.”
Pemesanan dimsum kali ini cukup banyak, kami berdua kewalahan, sehingga aku menitipkan Aksara dan Samudera ke Ibu Mertua saja dan belliau juga tidak keberatan.
Satu persatu aku membungkus lima dimsum dalam satu wadah beserta sausnya. Pesanan Dimsum ini berasal dari kantor tetangga tempat Mas Hanung bekerja dulu. Alhamdulillah pesanan ini cukup untuk balik modal usaha kami. Aku dan Mas Hanung menjadi tambah semangat untuk mengembangkan usaha dimsum homemade ini.