Aksara Samudera

yhantlies92
Chapter #15

#15 Kecolongan Makan Puding

Aksara sudah rapi dengan kemeja kotak-kotak berwarna abu-abu. Tak lupa dua dinosaurus besar di tangannya. Samudera juga sudah rapi, bedak tipis di pipi. Kami bersiap untuk mengajak Aksara bermain di PAUD yang letaknya tidak jauh dari rumah.

“Nda… susu… mau susu…,” pinta Aksara yang sudah duduk manis di sofa depan TV.

Aksara sedang asyik menonton tayangan kartun favoritnya, Upin dan Ipin. Sebetulnya terapis Aksara tidak memperbolehkan screen time, sih. Tapi, bagaimana lagi, saat aku kerepotan dalam mengurus rumah dan pesanan dimsum satu-satunya cara itu membiarkan Aksara menonton TV sebentar.

“Iya, Bunda buatkan dulu.” Aku berseru dari dapur. 

Ibu Mertua menghampiriku. “Kalian mau kemana pagi-pagi sudah rapi begini?” tanya Ibu Mertua.

“Kami mau ke PAUD di ujung jalan sana, Bu. Biar Aksara belajar bersosialisasi,” jawabku seraya tersenyum manis. Ibu Mertua mengangguk mendengar jawabanku.

“Bagus kalau begitu, dia jadi bisa berteman dengan orang banyak. Satu pesan Ibu, jaga Aksara baik-baik jangan sampai lengah mengawasi dia. Jangan sampai Aksara membuat keributan di sana.”

“Tenang saja, Ma. Aksara nggak bakal nakal, kok.” Mas Hanung tiba-tiba muncul dari arah belakang Ibu Mertua. Aku tahu raut wajah beliau sangat masam.

***

Sesampainya kami di PAUD, Aksara sangat antusias melihat anak-anak seusianya tengah bermain di sana.

“Main, Nda… main tu….” Aksara langsung melepas genggaman tanganku dan langsung menghampiri anak-anak yang sedang bermain perosotan.

Aksara terlihat sangat bahagia bermain permainan di taman PAUD ini. Aku menggendong Samudera seraya memasuki ruang kepala sekolah. Sementara Mas Hanung menunggu Aksara bermain.

“Selamat pagi!” sapaku saat berdiri di ambang pintu. Terlihat di dalam ruangan itu ada dua orang wanita berhijab dan seorang laki-laki paruh baya sedang duduk di sebuah sofa panjang.

“Pagi, Bu. Silakan masuk!” ucap seorang laki-laki paruh baya tersebut.

Dengan berjalan pelan aku memasuki ruangan itu. “Silakan duduk, Bu.”

Terima kasih.”

“Wah, lucu sekali dedeknya,” seru salah satu wanita berhijab itu. “Ada yang bisa kami bantu?”

“Iya, Bu. Eum, mohon maaf sebelumnya, kedatangan saya kesini untuk meminta izin dahulu. Bahwasanya anak sulung kami, Aksara untuk bermain di PAUD ini.”

“Oh, begitu. Kalau boleh tahu berapa usia anandanya?” tanya wanita berhijab yang satu lagi.

“Sudah hampir tiga tahun, Bu,” jawabku. Jujur saja aku sedikit kikuk berhadapan dengan para guru seperti ini. Berbagai macam pikiran mulai mengawang di pikiran.

Lihat selengkapnya