Sampai sekarang, aku masih berusaha belajar. Belajar bersabar, belajar mengendalikan diri, dan belajar untuk tebal telinga dari kata-kata yang menyakiti perasaanku. Terutama tentang kondisi Aksara. Sudah pasti itu tidak mudah. Aku harus melewati berbagai macam rintangan untuk sampai kepada titik bahwa aku sudah lelah atas semua ketetapan-Nya.
Meski Aksara memiliki kondisi yang berbeda dari anak-anak kebanyakan, Aksara tetaplah seorang anak-anak yang memiliki hak untuk bermain dengan teman-temannya. Miris, mengapa kebanyakan anak “berbeda” sering diperlakukan tidak adil atau tidak baik oleh orang lain? Apakah anak berkebutuhan khusus hanya hidup di dunianya sendiri? Bukankah mereka juga bisa hidup selayaknya anak normal?
Terkadang sempat berpikir, apakah nanti Aksara mampu hidup selayaknya anak pada umumnya? Bersekolah, bermain, dan bersosialisasi dengan banyak orang. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum kutemukan jawabannya.
Mas Hanung selalu mengatakan, bahwa semua anak dianugerahi keistimewaan masing-masing. Anak normal pun juga memiliki keistimewaan masing-masing. Mas Hanung selalu mengingatkanku untuk terus mendampingi Aksara dan tidak mendengarkan omongan-omongan yang tidak sedap tentang anak-anak.
***
Siang ini Aksara sedang menjalani terapi Sensori Integrasi di rumah sakit. Aku sedang menunggu bersama dengan Samudera. Ya, kami hanya bertiga saja karena Mas Hanung sedang ada keperluan bersama temannya.
Semenjak Samudera sudah bisa berjalan, dia tidak henti-hentinya berjalan mengelilingi tempat terapi ini. Penasaran dengan apa saja yang dilihatnya. Terkadang, ada beberapa para orang yang sedang menunggu tersenyum kala dia mendekat.
Samudera tipikal anak yang pemalu, berbeda dengan Aksara yang ramah dengan orang lain. Setiap ada yang menghampiri atau sekedar menyapa dia pasti malu dan menghindar. Seperti sekarang, dia berjalan tertatih-tatih menghampiriku. Malu-malu dia tersenyum ke arah seorang ibu yang duduk agak jauh di sana.
Jika diperhatikan, perkembangan antara Aksara dan Samudera sedikit berbeda. Aku harus bisa cermat dalam mengawasi mereka. Tumbuh kembangnya pun berbeda. Meski begitu, mereka tetap malaikat kecilku, yang membuat diri ini semangat setiap harinya.
Setengah jam kemudian, Aksara keluar dari ruangan terapi dengan senyum yang sumringah. Aku pun ikut tersenyum lebar menyambutnya, disusul Bu Melati yang merupakan terapis sensori integrasi di belakangnya.
“Hari ini Aksara senang sekali, Ma,” ucap Bu Melati.
“Iya, Bu. Saya nggak tahu kalau dia seceria ini. Mungkin sudah lama tidak datang terapi karena sibuk sekolah paud,” terangku.
“Oh, sudah paud?” tanyanya.
“Ya, hanya bermain saja biar bisa bersosialisasi dengan teman-temannya.”
Bu Melati mengangguk. “Ya, memang Aksara butuh untuk bersosialisasi dengan orang lain. Jadi, begini ya, Mah.”
Bu Melati mulai menjelaskan apa yang sudah Aksara lakukan di dalam ruangan tadi. Aksara sedikit banyak sudah mengerti dengan beberapa instruksi sederhana, meski dia suka kurang fokus karena ada teman-temannya yang sedang bermain alat peraga lain.