Aroma masakan menguar dari dapur sungguh menggugah selera. Aku bergerak dengan gesit dan cekatan dalam menggunakan spatula di atas wajan. Berbagai macam masakan sudah matang dan tersaji di meja makan ambil mengawasi Aksara dan Samudera yang sedang bermain di halaman belakang. Aku mengawasinya dari balik jendela. Keringat mengucur deras karena hawa panas selama memasak.
Jujur saja, aku lelah dan ingin sekali istirahat. Memasak lima jenis masakan sendiri tanpa ada yang membantu, ditambah sambil mengawasi anak-anak. Sedangkan Mbak Hesti dan Ibu Mertua? Mereka sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Tidak ada yang mau membantu, sedangkan Mas Hanung belum pulang juga. Syukurlah pengalamanku bekerja di sebuah restoran bisa digunakan saat memasak seperti sekarang ini.
“Hmmm wanginya enak banget! Masak apa, sih?” suara Mas Hanung mengagetkanku. Dia pasti masuk lewat pintu samping.
“Lihat aja di meja makan,” jawabku sedikit cetus. Maafkan aku, Mas. Aku sudah lelah.
“Eh, tumben kamu masak banyak. Apa ada tamu?” tanya Mas Hanung penasaran.
“Iya, nanti kita bakalan kedatangan tamu. Teman-teman Mbak Hesti yang katanya pegawai negeri dan model terkenal,” jawabku sambil meletakkan semangkuk sambal tomat terasi di atas meja. Mataku sedikit melotot Mas Hanung sempat mengambil tahu goreng yang sudah matang.
“Temannya Mbak Hesti?” tanyanya bingung, “anak-anak kemana?” tanyanya lagi saat menyadari batang hidung malaikat kecilnya.
“Ada, tuh, di halaman belakang.”
“Ya sudah, aku ajak anak-anak main. Kasian mereka main sendirian.”
“Tapi, Mas baru sampai. Mas pasti capek, apa nggak istirahat sebentar dulu?”
Mas Hanung menggeleng tersenyum. “Nggak usah, kasihan anak-anak kalau dibiarkan main sendirian begini. Mas masih kuat, kok.”
Aku tersenyum mendengar jawaban Mas Hanung. Suamiku memang tidak pernah sedikitpun mengeluh dihadapanku meski ku tahu bahwa dia juga lelah.
***
Terdengar deru suara mobil yang masuk ke halaman rumah begitu aku selesai memasak. Aku segera melangkah menuju pintu dan hendak membukanya sebelum tangan Mbak Heti mencegah langkahku.
“Biar Mbak yang buka. Kamu ke dapur sana! Siapin minuman sama cemilannya juga!” titah Mbak Hesti yang tidak membiarkan ku membuka pintu, malah mendorong bahuku menyuruh untuk menyiapkan minuman dan cemilan. Ya Allah, bisakah aku istirahat sebentar?
Dari dapur aku mendengar bagaimana hebohnya kakak iparku itu bertemu dengan tamu-tamunya itu. Aku pun penasaran tentang seperti apa tamu-tamu yang selalu Mbak Hesti banggakan itu. Akhirnya, aku memberanikan diri untuk mengintip dari balik tirai yang memisahkan ruang keluarga dengan dapur.
Benar kata Mbak Hesti, kedua tamu itu adalah wanita-wanita cantik. Wanita pertama masih memakai seragam ASN sedangkan yang kedua berpostur tinggi langsing, kulitnya kuning bersih, rambutnya lurus hitam dan panjang, memang cocok untuk menjadi seorang model yang cantik.
“Kamu sedang apa ngintip-ngintip begitu?” suara Ibu Mertua membuatku terkejut.
“Tidak, Bu. Aku cuma penasaran sama saja.”
“Mereka itu wanita karir, beda jauh sama kamu. Jadi jangan iri, mending kamu di dapur sana! Siapkan minuman,” ucap Ibu Mertua cetus plus dengan senyuman sinisnya.
Dengan langkah kecewa aku beranjak dari tempatku berdiri menuju dapur untuk menyiapkan minuman dan cemilan yang sudah kusiapkan. Tapi sebelum itu, aku duduk bersandar sejenak di kursi makan hanya untuk beristirahat. Betis ini rasanya pegal sekali karena sejak pagi sudah sibuk mengelilingi pasar ditambah dengan masak berbagai jenis makanan. Mas Hanung masuk ke dapur saat aku sedang memijat betis.
“Kamu itu sudah lelah, Dek. Istirahat saja.” Aku melarang Mas Hanung untuk memijat kakiku tetapi dia menepis tanganku. Mas Hanung baru selesai mandi, mungkin anak-anak sudah tertidur atau sedang bermain di kamar.