Aksara Samudera

yhantlies92
Chapter #27

#27 Mbak Hesti Emosi

Siang ini begitu terik, maklum saja karena sudah memasuki musim kemarau. Kalau tidak menjaga kesehatan kita bisa dehidrasi. Terlebih diriku yang harus mengantar, menunggu, dan menjemput anak-anak di sekolah. Aku tidak boleh sakit, begitu yang Ibu Mertua katakan padaku.

“Bunda, udah selesai!” serunya sambil berlari girang ke arahku. Aku langsung memeluknya.

Aksara tipe anak yang ekspresif dan sensitif. Ketika dia merasa senang, dia selalu menceritakan perasaannya padaku. Apalagi setelah Aksara mulai lancar berbicara, apa saja dia ceritakan.

“Aksara pinter! Yuk, kita jemput Dedek Sam!” Aksara tidak merespon ajakanku dan langsung keluar. Tak lama berselang Bu Febi menghampiriku.

“Aksara memang anak yang unik ya, Ma?”

“Eh, iya. Maksudnya bagaimana, Bu Guru?” tanyaku tak mengerti.

“Iya, Ma. Maksud saya, Aksara itu sangat peka terhadap teman-temannya. Saat ada temannya yang menangis dia langsung menghampiri dan bertanya ‘kenapa menangis’? Memang begitu ya, Ma?”

Aku tersenyum simpul mendengar pertanyaan dari guru muda itu. Orangnya cantik dan ramah, banyak anak-anak yang menyukainya.

“Iya, Bu. Aksara memang tipe anak yang sensitif dan perasa, kalau ada temannya yang nangis pasti dia bertanya seperti itu.”

“Dia juga nggak mau diganggu, beberapa kali temannya mencoba untuk mengajaknya bermain bersama Aksara selalu menolak dan lebih suka duduk di pojok kelas dengan pensil warnanya,” ucapnya lagi.

“Iya, Bu. Aksara kalau sudah asik sendiri nggak mau di ganggu. Kalau di ganggu dia selalu merengek. Mohon maaf, ya Bu Guru kalau di kelas Aksara malah membuat teman-temannya nggak nyaman.”

Bu Febi tersenyum padaku, “Nggak apa-apa, Mah. Biarkan saja, saya dan guru-guru juga sudah memberi pengertian teman-temannya tentang kondisi Aksara seperti apa. Doakan saja semoga Aksara mampu mengikuti kegiatan di sekolah,” ujar Bu Guru.

Aku tersenyum merespon ucapan beliau. Aku oun berharap demikian, semoga Aksara mampu mengikuti pelajaran di sekolah. Aku juga tidak menuntut Aksara untuk pandai dan mendapat nilai bagus. Bagiku itu hanya bonus saja, yang penting Aksara mau ikut belajar dan bersosialisasi dengan temannya ditambah dengan terapi tentunya.

“Mah, tadi Aksara muter-muter terus di kelas nggak mau belajar. Kalo di ajak belajar dia teriak-teriak.” 

Selentingan aku mendengar seorang anak membicarakan Aksara dan menceritakannya kepada Mamanya yang datang menjemput . Aku yang sedang membantu Aksara memakaikan sepatu pura-pura tidak mendengar, padahal jelas-jelas terdengar di telinga. Aku menunggu respon Mamanya seperti apa, tapi Mamanya hanya diam tersenyum kecil saja. Mungkin sungkan karena ada aku di sini.

Sudah sering aku mendengar selentingan tentang orang yang membicarakan keunikan Aksara. Tak jarang mereka suka salah tingkah ketika ketahuan olehku. Awalnya belum terbiasa dan tiba-tiba sering menangis begitu sampai di rumah. Tapi, seiring berjalanannya waktu aku mulai tebal telinga dengan suara-suara yang tidak mengenakan di telinga.

***

“Pergi kamu dari sini kalau tidak mau nurut sama Mama!”

Terdengar suara teriakan dari dalam rumah, seperti suara Mbak Hesti. Apa yang terjadi di dalam? batinku. Suaranya terdengar sampai gerbang pagar. Begitu motor sudah aku parkirkan di garasi, kericuhan semakin menjadi-jadi. Barang-barang terlempar dari dalam rumah. Aku dan anak-anak terkaget-kaget melihat Mbak Hesti seperti orang kesetanan. Aku juga mendengar Zahra dan Zaskia menangis meraung. Lantas aku buru-buru berlari menghampiri, khawatir terhadi sesuatu pada mereka.

“Ya Allah! Mbak Hesti? Ada apa Mbak?” spontan aku bertanya. Atau mungkin seharusnya tidak bertanya, karena Mbak Hesti langsung menoleh dan melototiku.

Lihat selengkapnya