Segala sesuatu yang terjadi di atas muka bumi ini sudah menjadi ketetapan Sang Ilahi. Tak ada daya upaya yang bisa manusia biasa lakukan untuk mencegahnya kecuali doa. Doa dari umat manusia yang bersungguh-sungguh.
Apapun itu, kita sebagai manusia biasa harus bisa ikhlas menerima semua yang sudah Tuhan berikan. Maut, sehat, dan rezeki sudah menjadi garis tangan yang patut kita syukuri.
Hari itu…
Ya, hari itu langit terasa akan runtuh seketika ke bumi. Semua berkabut dan gelap sekali. Seakan tidak ada angin yang berembus. Seolah tidak ada cahaya yang menembus lapisan langit.
Hari itu aku merasakan kehilangan yang teramat sangat. Hari itu aku merasa kehilangan sandaran hidup, semangat hidup, dan juga teman hidup.
Siapa yang ingin kehilangan orang terkasih dalam waktu sekejap mata? Siapa yang menginginkan teman hidup pergi tanpa pamit? Aku rasa tidak ada yang menginginkan hal itu.
Kakiku terasa tak mampu lagi menopang tubuh ini. Tanganku seakan mati rasa. Bibirku terasa kelu, enggan untuk berkata sepatah katapun. Air mata juga kering dan membuat mata ini sembab juga bengkak.
Tepat seminggu yang lalu, teman hidupku, jantung hatiku, sandaran hidupku, dan penyemangat hidupku berpulang untuk selama-lamanya. Pergi dari sisiku dan pergi dari hidupku selama-lamanya.
Mas Hanung sudah pergi meninggalkanku dan juga anak-anak. Dia meninggalkanku tanpa pamit. Dia pergi mendadak di saat aku sedang menunggu anak-anak di sekolah. Saat diberitahu kabar itu rasanya jantung ini bagaikan disambar jutaan petir yang paling dahsyat sejagat raya ini. Kaki rasanya lemas tak sanggup menginjakan kaki. Pandanganku kabur dan perlahan gelap. Sempat beberapa menit pingsan sebelum tersadar dan berada di kantor sekolah Aksara. Saat mata terbuka, bayang-bayang wajah Mas Hanung di hadapan.
Ya Allah, mengapa secepat ini Kau mengambilnya dari sisiku? Di saat aku dan anak-anak masih membutuhkannya. Baru beberapa hari lalu dia memuji masakanku di depan Ibunya sendiri. Di saat banyak yang menjauhi dan mencemoohku, hanya dia yang selalu menggenggam erat tanganku untuk tetap semangat menghadapi semuanya.
Apa salah dan dosaku, ya Allah?
Mengapa Kau mengambil sandaran hidupku satu-satunya? Di saat seluruh keluargaku tidak berada di sampingku. Bagaimana caraku menjelaskan ke Aksara dan Samudera kalau ayah yang mereka sayangi selama ini sudah tiada dan tidak akan bisa lagi menemaninya bermain seperti biasa? Apakah mereka akan mengerti? Aku tidak bisa melewati ini sendirian ya Allah.
Ibu dan beberapa saudaraku akhirnya datang dari Kalimantan selang beberapa hari setelah pemakaman. Mereka terkejut mendengar kabar duka ini. Saat kedatangan mereka, Ibu memelukku erat dan selalu menguatkan hatiku. Tapi tetap saja, Mas Hanung sudah pergi meninggalkanku dan anak-anak selama-lamanya.
Ibu Mertua dan Mbak Hesti tak henti-hentinya menangis, dia lebih terpuruk daripada aku. Mereka tak berhenti menangis meraung raung memanggil nama Mas Hanung. Mereka juga sering menyalahkanku atas meninggalnya salah satu anak laki-laki mereka.
“Dasar istri nggak tahu diri! Pembawa sial! Gara-gara kamu dan anak-anak sialmu itu Hanung pergi selama-lamanya! Dari dulu Mama sudah melarangnya untuk menikahimu tapi dia keras kepala! Kalau tahu begini sudah lama aku menyuruhnya untuk menceraikan kamu! Dasar anak nggak tahu diri!” Ibu Mertua terus-terusan memaki diriku dan anak-anak di depan banyak tamu yang datang melayat.
Bagaimana kesedihanku tak terhenti jika seperti itu? Di saat aku lah orang yang paling kehilangan Mas Hanung, justru Ibu Mertua seakan menyalahkan diriku dan menghinaku pembawa sial di depan orang banyak.
Bukan hanya saudara yang datang, teman-teman serta rekan-rekan kerja Mas Hanung dulu juga datang melayat. Mereka menceritakan bagaimana baiknya Mas Hanung di lingkungan waktu masih bekerja dulu. Bagaimana Mas Hanung sangat peduli dengan sesama. Jangankan pada sesama rekan kerja, Mas Hanung selalu peduli dengan orang lain. Mulai dari pemulung, hansip penjaga kompleks, sampai tukang parkir di minimarket depan kompleks sangat mengenal kebaikan yang mendiang Mas Hanung lakukan. Mereka terkejut sekali saat mengetahui kabar duka ini.