Sebuah catatan baru dituliskan dalam Kitab Besar Sejarah Kerajaan Daha. Pada tahun 1031 kalender Mangsa, Raja Erlangga menitahkan Mpu Bharadah, sang Begawan Agung, untuk menumpas Sasramala, pemimpin Padepokan Calon Arang yang terletak di Desa Girah.
Pada malam ke-12 bulan ketujuh, Mpu Baradah bersama pasukan yang terdiri atas prajurit dan begawan pilihan menggempur Padepokan Calon Arang. Setelah pertarungan sengit selama sehari semalam, Sasramala akhirnya berhasil ditumpas.
Beberapa bayi yang akan dijadikan tumbal ritual terlarang berhasil diselamatkan dari Padepokan Calon Arang. Setelah mereka disucikan lewat upacara ruwat anak-anak itu kemudian dibesarkan di bawah pengawasan langsung Keluarga Kerajaan Daha. Kebijaksanaan dan kebaikan keluarga Raja Erlangga ini juga menjadi catatan penting dalam Kitab Besar Sejarah Kerajaan Daha.
Sasramala dan murid-muridnya terbukti telah menjatuhkan teluh yang sangat berbahaya kepada Desa Girah. Penduduk Desa Girah menderita berbagai macam penyakit dan kemalangan seperti kebakaran, kecelakaan, dan makanan yang menbusuk tiba-tiba. Tidak hanya mengutuk mereka yang masih hidup, Sasramala dan pengikutnya juga menggunakan Mantra terkutuk yang membangkitkan korban-korban yang sudah mati menjadi Vetala, mayat hidup yang haus darah dan daging manusia.
Sasramala dan pengikutnya juga kerap menjelma menjadi Leak untuk menghantui penduduk Desa Girah. Bahkan, di akhir hayatnya, Sasramala sendiri menjelma menjadi Betari Durga, dewi yang dibuang dari kahyangan karena kekejaman dan kebengisannya.
Dalam Ajaran Mahameru, perempuan dilarang mempelajari Mantra karena akan merusak tubuh dan jiwa perempuan tersebut. Sasramala adalah bukti nyata perempuan yang terkorupsi oleh kejahatan karena mempelajari pengetahuan Mantra yang hanya boleh dipelajari oleh kaum laki-laki.
Sejak saat itu, Sasramala dijadikan contoh dan peringatan untuk seluruh manusia di Arcapada. Sang penyihir wanita, Sasramala, sudah melanggar berbagai macam tabu dan berbuat banyak dosa, sehingga menghancurkan alam sekitar dan dirinya sendiri.
Mpu Bharada mendapatkan penghargaan tertinggi karena berhasil mengalahkan Sasramala. Selain beliau, Bahula, salah satu patih Kerajaan Daha sekaligus anak lelaki Mpu Baradah, juga mendapatkan penghargaan yang tak kalah tinggi. Sebab, berkat peran mata-mata sang panglima, kelemahan Sasramala dapat ditemukan.
~Catatan selesai~
***
Pada malam ke-12 bulan ketujuh, Padepokan Calon Arang akhirnya dimusnahkan. Pada malam itu, sebuah tiang cahaya rakasasa menjulang ke langit malam. Beberapa saat kemudian, langit membara dan runtuh menghujam bukit di mana Padepokan Calon Arang didirkan.
Saksi mata yang menyaksikan tiang cahaya dan langit membara membuat banyak perkiraan yang akhirnya melahirkan banyak cerita. Akan tetapi, cerita yang paling diyakini orang-orang adalah bahwa tiang cahaya tersebut merupakan Astra, sebutan untuk jenis Mantra yang pada tingkatan tertinggi. Astra tersebut konon digunakan oleh Mpu Bharada untuk menghancurkan Sasramala.
Sementara itu, pada malam yang sama, kejadian-kejadian aneh di berbagai penjuru dunia terjadi …
***
Pertapaan belasan tahun seorang pendekar terganggu. Tidak ada sesuatupun yang dapat menganggu pertapaannya selama ini, bahkan ketika mulut gua tempatnya bertapa runtuh. Namun malam itu, matanya terbuka untuk pertama kali setelah 13 tahun bertapa karena sekumpulan kunang-kunang yang melayang-layang di udara.
Dalam satu kejapan mata, pendekar itu telah sampai di mulut gua yang tertutup karena longsoran batu. Dengan satu sentuhan saja tembok batu tersebut tercerai berai, menunjukkan betapa kuat tenaga dalam pendekar itu. Lalu, pada kejapan mata berikutnya, pendekar itu sudah berada di udara. Sesungguhnya, ia tidak bisa melihat kunang-kunang itu, tapi ia bisa merasakannya.