Aksarastra

Listian Nova
Chapter #5

Bab 4: Ayah dan Anak

Tujuh tahun kemudian.

Dusun Alas Amba, wilayah perbatasan selatan Kerajaan Daha. 

Di sebuah lapangan terpencil dari dusun, tepat di muka pintu masuk ke hutan, sekelompok anak-anak sedang beradu tinju. Tiga lawan satu. Seorang bocah tambun dan dua kroninya mengepung seorang bocah bertubuh tinggi.

Bocah tinggi itu adalah Ringin.

Tujuh tahun berlalu. Ringin tumbuh menjadi seorang anak yang tinggi dan besar. Jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya, ia dapat dengan mudah dibedakan. Ia tidak kurus, tetapi juga tidak gemuk. Rambutnya yang sangat pendek saat bayi kini panjangnya melebihi telinga, sedikit bergelombang dan sedikit kusam. Kulitnya sawo matang dan terawat dengan baik, tapi saat ini luka lebam menjejak di mana-mana.

“Kali ini kau benar-benar mampus, Ringin!” Si bocah tambun menghunus telunjuknya. Matanya lebam. Dua bocah lain di kiri dan kanannya tidak kalah babak belur. Yang satu bibirnya pecah, satu lagi memegangi dada yang sesak.

Sementara itu, bibir Ringin sobek. Matanya tertutup sebelah karena lebam. Kakinya gemetar menahan sakit. Setengah merintih, ia membalas, “Pengecut. Beraninya keroyokan!” 

“Kau yang pengecut. Sini maju kalau berani!” Si bocah tambun mengancam. Meski begitu, ia sendiri tak berani maju. Ia bahkan tak menyadari bahwa dirinya mundur selangkah saat Ringin benar-benar maju dengan tangan terkepal. 

Ringin benar-benar maju. Kakinya yang jenjang melangkah mantap. Sambil menahan perih, kepalnya mengacung ke udara, siap jatuh ke bagian manapun yang berhasil dijangkaunya duluan. 

“Ringin!” 

Ringin berhenti. Ia mengenal suara membentak itu dan sekejap memalingkan wajah. Saat ia menoleh kembali, tiga lawannya sudah lari tunggang langgang. 

“Pulang!” 

“Tapi, Pak—“ 

“Sekarang!” 

Ringin menunduk. Ia merapikan celananya dan mulai berjalan terseok. Lima langkah kemudian ia menepi dan memungut sebuah onggokan yang tergeletak di tepi jalan setapak. Onggokan itu rupanya seekor monyet yang penuh luka dan berdarah-darah. Jika dilihat sekilas, monyet itu seperti sudah jadi bangkai, tapi ketika diperhatikan, perutnya masih kembang kempis meski tidak beraturan. 

“Bapak …” Ringin membawa monyet sekarat itu pada laki-laki yang membentaknya. Mata bocah itu memelas. 

Bapak. Lelaki itu membatin. Panggilan itu masih sedikit asing di telinganya, meskipun Ringin telah memanggilnya seperti itu selama 4 tahun ini. Setiap kali Ringin menyebut kata itu, segala pertahanan dalam dirinya segera runtuh, terlebih ketika anak badung itu menatapnya dengan mata berbinar. 

Lelaki itu percaya bahwa anak-anak sesesunggunya sangat polos. Namun setelah membesarkan Ringin selama tahun-tahun belakangan ini, ia menjadi ragu. Anak jangkung itu seperti menggunakan wajan panas; harus sangat hati-hati ketika berurusan dengan Ringin, tetapi jika bisa, maka ia bisa menghasilkan makanan yang enak. 

"Bapak, tolonglah," kata Ringin lagi. Manik matanya semakin berbinar, berkerlip seperti bintang di langit malam.

Lelaki itu menghela napas, lalu mengambil alih monyet sekarat itu dari tangan Ringin. Ia memejamkan mata dan mengatur napas.

Dalam pandangannya yang gelap, alam sekitar berubah menjadi kabut tembus pandang dalam berbagai corak warna. Ada yang merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Ia memusatkan pikirannya pada kabut tembus pandang berwarna hijau.

Pada tarikan napas berikutnya, kabut itu memasuki paru-paru, lalu seluruh tubuhnya. Pada hembusan berikutnya, ia menyalurkan kabut itu dari tubuhnya ke tubuh si monyet. Napas monyet itu perlahan kembali teratur. Yang ia lakukan barusan adalah teknik menyalurkan prana yang ia pelajari dengan mengamati seorang pendekar serba putih yang pernah menyelamatkan nyawanya dan Ringin di masa lampau. 

Saat lelaki itu membuka mata kembali, tatapannya terhubung dengan tatapan Ringin yang penuh dengan rasa terima kasih. Mata anak itu begitu bersih, begitu polos, sehingga segala kemarahan dalam dadanya benar-benar hilang, bahkan berganti menjadi iba. Ia mengingat kembali kejadian yang serupa dengan kali ini.

Lihat selengkapnya