Pagi menjelang siang. Lorong-lorong Keraton Dahana masih dipenuhi lalu lalang kesibukan abdi istana yang membereskan sisa perayaan semalam. Tanpa ada jeda, abdi-abdi setia itu bekerja seakan tak kenal lelah, seolah mereka adalah sepasukan makhluk halus yang membangun 1000 candi dalam satu malam. Sementara itu, Raja Erlangga, tak juga membuang waktu, segera menggelar pertemuan terbatas dengan beberapa petinggi Kerajaan Daha siang itu. Namun sebelum pertemuan itu digelar, sang raja dikagetkan dengan kehadiran Mpu Bharada yang tiba-tiba.
"Pagi ini juga aku akan pergi ke Kambangan selama beberapa bulan," kata Mpu Bharada begitu bersitatap dengan Raja Erlangga. Sang Begawan Agung tampaknya sudah menunggu di balairung utama cukup lama.
"Baik, Guru. Gerangan, ada keperluan apakah Guru di sana?" balas Raja Erlangga.
"Urusan keagamaan."
"Bukankah itu urusan Kuil Mahameru?" tanya Raja Erlangga lagi. Urusan keagamaan di luar Kerajaan Daha harusnya di luar wewenang Mpu Bharada. Gelar 'Begawan Agung' tidak serta merta membuat sang Mpu jadi milik dunia.
"Aku memang tidak pandai berbohong," balas Mpu Bharada sambil tertawa kecil. "Aku ada urusan penting yang tak dapat kujelaskan panjang lebar. Tapi percayalah, Raja, apa yang aku lakukan ini amat penting untuk masa depan Daha."
"Baik, Guru." Raja Erlangga menjawab dengan takzim. Meski demikian, ia merasa kesal dalam hatinya. Sang raja tidak menyukai sikap gurunya yang menyisihkan rahasia dsrinya seperti itu. Pendiri Kerajaan Daha atau bukan, tidak seharusnya Mpu Bharada memperlakukan dirinya seperti anak ingusan yang dijauhkan dari berbagai rahasia orang dewasa. Bagaimanapun, ia adalah seorang raja ... ia adalah raja yang memimpin Daha, kerajaan yang disegani oleh seluruh dunia.
"Aku juga membawa Tama dan Welih," kata Mpu Bharada lagi.
"Tabib istana, Guru? Kenapa?"
Mpu Bharada menghela napas panjang. Ia berbisik, "Meskipun masih terlihat bugar, usiaku sudah dua abad lebih. Tulang-tulang dan sendiku sudah sering ngilu. Aku butuh seorang pengurus selama waktu yang tidak sebentar itu."
Itu kali pertama Raja Erlangga mendengar Mpu Bharada mengungkap sebuah kekurangan dari dirinya. Ia merasa tak percaya. Saat itu, sebuah perasaan bahagia tiba-tiba muncul dalam diri sang raja. Seperti seorang anak kecil yang diberi tahu sebuah rahasia sehingga merasa dirinya penting.
Namun Raja Erlangga bukanlah anak kecil. Dari luar ia turut tertawa, tapi diam-diam sang raja bersumpah akan mencari tahu apa rahasia yang disembunyikam gurunya itu. "Baiklah, Guru. Saya mengerti."
"Jika ada yang menanyakan keberadaanku, katakan saja aku sedang berwisata di Kepulauan Sewu." Mpu Bharada kemudian menepuk pundak Raja Erlangga. "Aku percayakan Daha padamu," kata sang Begawan Agung sambil berlalu.
Raja Erlangga menatap sosok Mpu Bharada menghilang di ujung lorong. Tak lama kemudian, beberapa sosok muncul dari lorong yang sama. Mereka adalah petinggi-petinggi yang diundangnya dalam pertemuan terbatas. Pangeran Wijaya dan Pangeran Panji termasuk dalam tamu undangan itu.
Siang itu, kedua pangeran tersebut tidak menghadap Raja Erlangga sebagai putra, tetapi sebagai pejabat Kerajaan Daha ...
***
Di kedalaman hutan, wilayah selatan Kerajaan Daha.
Alas Amba artinya hutan yang luas. Hutan tersebut dinamai demikian karena wilayahnya yang memang sangat luas. Konon, Alas Amba begitu luas hingga tak seorang pun pernah menembus hutan itu dari ujung satu ke ujung lainnya.
Namun, bukan hanya karena keluasannya saja orang-orang enggan menjajal kedalaman hutan tersebut. Di sekitar jantung hutan tersebut, tersebar suku-suku Wanara yang dikenal beringas dan tak ragu menyerang siapa saja yang melanggar wilayah mereka.
Wanara adalah sebutan untuk bangsa manusia monyet dan kera yang berperawakan tinggi dan besar. Meskipun berwujud monyet dan kera, mereka berdiri dan berjalan tegak. Telapak kaki mereka serupa dengan telapak tangan, memudahkan pergerakan mereka di pepohohan dan tebing-tebing bercadas. Seluruh tubuh mereka ditutupi rambut, ada yang berwarna gelap dan ada juga yang cerah. Beberapa memiliki ekor, beberapa lagi tidak. Wajah mereka memiliki tingkat kemiripan yang sangat tinggi, namun pernak-pernik dan karakter mereka yang unik dapat menjadi pembeda antara satu sama lain.