Lingkaran yang Tidak Utuh
Aksharamandala dibangun untuk tampak abadi. Pilar-pilarnya menjulang tinggi dan simetris. Lingkarannya sempurna dengan relief aksara-aksara kuno melingkar di bagian tepinya. Lingkaran itu berputar perlahan seperti tetesan air yang merambat di dinding batu.
Dari luar, Aksharamandala adalah simbol keseimbangan. Tetapi dari dalam, tempat itu terasa seperti ruang yang terlalu sempit bagi kebenaran yang ingin dimengerti.
Empat penjaga berdiri di titik-titik yang telah ditentukan. Api tidak berada tepat di tengah lingkaran tapi sedikit menjauh atas permintaan yang disebut protokol. Tidak ada yang berani menyebutnya sebagai apa adanya.
Penjaga Angin merasakan arus angin di dalam ruangan tidak mengalir dengan bebas. Angin berputar tapi selalu kembali ke pusat ke para tetua unsur yang berdiri di podium tinggi. Wajah-wajah mereka terlihat tenang bahkan terlalu tenang.
Penjaga Air memperhatikan tangan-tangan para tetua yang terlipat dengan jubah-jubah yang menyentuh lantai tanpa debu. Dia merasakan getaran halus dari mereka yaitu kecemasan yang disamarkan sebagai kewibawaan.
Penjaga Tanah berdiri paling diam. Dia bisa merasakan fondasi ruangan dengan retakan mikro yang belum terlihat mata namun nyata di bawah telapak kakinya.
“Generasi kalian dipanggil untuk satu tujuan,” kata Tetua Utama. “Menjaga apa yang telah kami wariskan.”
Api menoleh perlahan. “Apa yang diwariskan?” katanya. Suaranya rendah tapi terkendali, “atau apa yang disembunyikan?”