"Syif, lihat! Aku udah dapet 50 senior dong, udah bisa minta ketua BEM kita." Dina membanggakan dirinya.
"Selamat deh." Balasku tak tertarik.
"Kamu mau berburu senior ga hari ini? Inget loh, besok deadline." Dina memperingatiku lagi, sedang aku hanya mengangguk asal.
"Coba liat bukumu." Dina langsung menggeledah isi tasku, mengambil buku tugas orientasi milikku dan mengeceknya seperti seorang guru.
"Kosong?!" Serunya. Aku diam dan tidak peduli ocehannya setelah itu.
"Ini Firman Ismawan siapa? Gaada tuh senior kita namanya ini."
Sontak, aku merebut buku di tangannya. Mataku membelalak melihat secoret tinta di atas kekosongan.
Nama : Firman Ismawan
Akhirnya satu hal terpenting darinya bisa kuketahui. Tapi kenapa aku baru menyadari tulisan ini?
Kubuka ponselku cepat, mengetikkan setiap huruf dari nama tersebut di sosial media. Menelusuri berbagai postingannya, dari mulai foto, video, sampai cuatan kalimat.
Fakta lain yang kudapat darinya tidak cukup menyenangkanku. Ia adalah senior populer yang tersohor sebagai aktivis kampus. Sangat berkebalikan denganku yang hanya berperan sebagai bayangan kecil tak penting dan selalu tak dihiraukan orang.
"Kamu suka kaka itu?" Dina yang sedari tadi memperhatikan tingkahku, akhirnya kembali bersuara.
"Menurutmu?" Kali ini aku mengerling dengan sumringah. Aku juga langsung memeluk gadis itu erat
"Thanks Din." Kucium pipi Dina kilat sebelum pergi dari hadapannya.
"Heh, hati-hati, jangan deketin aktivis!" Teriakan Dina tak lagi ku gubris.
*Bruuukk*
Aku menubruk seseorang sampai buku tugas orientasiku terjatuh bersamaan buku yang serupa dengan itu.
Aku melihat sosok yang menubrukku, seorang pria dengan tinggi tidak terlalu jauh dariku, tubuhnya cukup kekar dan gagah, kulitnya sawo matang. Dan wajahnya, cukup tampan.
"Ghani." Ia menyodorkan sebelah tangannya sambil tersenyum simpul. Dari caranya bicara dan tiba-tiba mengajakku berkenalan, sudah jelas menunjukkan karakter seorang pria hidung belang.
Aku mengerutkan keningku, tak mebalas jabatan tangannya dan memilih mengambil bukuku sendiri.
"Lain kali hati-hati." Ucapku datar.
"Syif, mau kemana?" Tanya Dina yang masih sempat mengejarku.
"Pulang lah, kelasku kan udah beres, emangnya kamu, jam segini masih ada kelas." Aku menertawai nasib buruk gadis itu.
"Inget loh besok orientasi." Dina kembali mengingatkanku lagi untuk kesekian kalinya.
Aku memutar bola mata dengan malas. "Iya!"
Setelah mengetahui namanya, aktivitasku sekarang tak lain menatap layar ponsel, mencari tahu lebih jauh mengenai pria itu.
*Tring* (pesan baru masuk)
"Hi, Syifa Anjalina?" Pesan dari nomor tak dikenal.
"Siapa?" Aku membalasnya singkat.
"Aku Ghani, dari kelas B ilmu komunikasi." Dia teman sekelas Dina di kelas itu, sudah pasti Dina yang menyebar nomorku.
"Maaf gakenal."