Aktivis Kampus

Zihfa Anzani Saras Isnenda
Chapter #6

Bab 6 - Pengorbanan

Hari-hari berlalu, meski sudah saling berteman, aku tidak lagi menghubungi ka Firman, dan begitu sebaliknya. Lagipula untuk apa menghubungi seseorang yang tidak penting sepertiku?

Di samping itu, cerita orientasi tahap awalku berjalan baik, satu tandatangan dari ka Firman memang berhasil meloloskanku dari tugas ini. Para senior menghargai usahaku meminta tandatangan Ka Firman sebagai senat fakultas. Hanya satu orang yang merasa tidak setuju dengan itu, yakni tatib kelompokku yang beranama Ferdi. Tapi aku tidak peduli, karna senior ketua pelaksana dan senior ketua BEM jurusan sudah memutuskan hak istimewa ini untukku.

Sedangkan kelanjutan cerita cintaku kembali seperti dulu, menjadi penguntit baik di sosial media maupun di kehidupan nyata. Aku sering memperhatikannya secara diam-diam. Kehidupan kampusnya tak jauh dari urusan politik yang sama sekali tak kumengerti. Bahkan dalam politik negara saja, aku hanya sekadar tahu presidenku. Di luarnya, aku tidak peduli dan tidak mau ikut campur.

Setiap pulang sekolah, aku selalu diam di lobi depan fakultasku. Menunggu kepulangan ka Firman dan melihatnya dari kejauhan. Setiap aku melihat wajah itu, rasanya tenang dan damai. Dan aku kecanduan dengan perasaan ini. Pria itu sering berkumpul di sebuah gazebo depan fakultas bersama teman-temannya.

"Syif! Si Ghani tuh nanyain kamu terus, aku pusing." Dina yang baru selesai kelas langsung merecoki hidupku.

"Suruh tanya langsung sama aku dong"

Dari sisi rutinitasku, ada hal menyebalkan yang kusembunyikan. Terror pria yang menyukaiku. Aku tidak mengerti sejak kapan Ghani menyukaiku, dan juga apa yang ia suka dariku. Tapi sekeras apapun aku menolaknya, ia justru semakin semangat menggangguku.

Dina selalu mengatakan jika Ghani itu menyebalkan dan tidak sebaik yang kupikir. Aku tahu, tapi meski menyebalkan, aku tidak pernah lagi menghindarinya karna bagaimanapun, ia telah banyak menolongku. Setidaknya aku bisa menganggapnya temanku.

"Eh cari makan yu, laper." Dina mengguncang tubuhku, sedang aku kembali fokus memperhatikan priaku, Ka Firman.

"Ah dia lagi. Kau ini apa susahnya sih tinggal samperin, ajak ngobrol." Dina kembali mengomeliku. Aku diam tak menghiraukannya.

"Syif!" Dina mencubit pipiku dengan keras, berhasil membuatku menjerit kesakitan. Banyak mata menatap ke arahku, termasuk ka Firman dan teman-temannya.

"Malu-maluin tau!" Dina berbisik.

"Ngaca dong, kamu yang bikin situasi memalukan ini." Tukasku.

"Heh denger, daripada kamu terus merhatiin dia dari sini. Mending cari cara supaya bisa ngobrol langsung sama dia." Dina menawarkan sebuah ide yang tentu saja tak sesuai karakterku.

"Ayolah Syif, kami harus lawan rasa takutmu. Rebut perhatiannya.."

"Tapi gimana?" Balasku dengan nada datar.

Plakk... Dina menamparku pelan.

"NYIKSA MULU SIH DIN!" Aku membalas dengan menoyor kepalanya.

"Aku punya ide!" Dina kian meninggikan suaranya, ia juga mengangkat telunjuk kananya seolah tengah mendapat ide cemerlang.

"Kita daftar Senat, biar kamu bisa deket sama dia, dan aku bisa cari cowo. Pendaftaran terakhir tuh hari ini."

Aku melirik Dina dengan tertarik. Tapi tentu saja tidak berniat untuk mengikuti sarannya.

"Kamu kan tau aku gasuka organisasi gituan"

"Sshhh." Dina menempelkan telunjuknya di mulutku.

Dina mengangkat kedua alisnya sambil menatapku jahil. "Simpan dulu penolakanmu, sekarang kita makan ya, laper banget Syif." gadis ini menarikku paksa. Aku tidak lagi bisa menolaknya.

Selama makan siang, Dina terus membicarakan syarat pendaftaran Senat tanpa memperdulikan penolakanku. Dina juga berinisiatif untuk menyetak sendiri formulir pendaftarannya.

"Nih isi yang bener, udah ini kita minta tandatangan ketua BEM jurusan dulu buat surat rekomendasi." Dina menyodorkanku selembar kertas. Sedang ia langsung mengisi kertas lainnya.

"Kenapa jadi kamu yang semangat ikut senat?" Tanyaku tak mengerti

"Kan mau cari cowo keren." Dina mengerling nakal.

Selesai dengan makan dan pengisian formulir, kami melanjutkan rencana untuk menemui ketua BEM jurusan.

"Kenapa mau ikut Senat?" Tanya Rizky, ketua BEM jurusan kami

"Biar aktif kak." Dina menjawabnya. Sedang aku diam saja menyetujui perkataan Dina.

"Kalian ini, orientasi masih ada 2 tahap lagi, tapi udah semangat aja sama kegiatan lain." Ia mengomel namun tetap menandatangani surat rekomendasi kami.

Lihat selengkapnya