Hari demi hari berlalu, aku kembali pada duniaku di jurusan ilmu komunikasi, dan orientasi tahap selanjutnya. Meski demikian, aku masih sering memperhatikan ka Firman dari kejauhan. Mengaguminya diam-diam dan menghayal tentangnya.
Aku masih belum menemukan cara untuk bisa mendekatinya.
Hari ini, mahasiswa baru jurusanku harus menginap di kampus untuk latihan dasar kepemimpinan mahasiswa. Ini bukan ide baik, tapi seburuk apapun itu, tetap harus kujalani. Dan di sinilah aku sekarang, aula perkumpulan mahasiswa.
Peraturan sesi ini sangat berat bagiku. Berbalikan dengan sesi sebelumnya yang melarang keras make up bagi mahasiswi baru, kali ini justru hal itu menjadi sebuah kewajiban. Setiap mahasiswa baru harus terlihat elok dan rapi dengan pakaian formal ala pegawai kantoran. Ini sejalan dengan tema orientasi selanjutnya di mana kami berperan sebagai humas. Jika teman-temanku berbangga diri dan terlihat senang di sesi ini, aku justru merasakan kebalikan dari semua itu. Aku tidak pernah mengenakan make up dan pakaian formal seperti ini, jadi tentu saja sangat berat untuk kehidupanku. Bahkan aku harus menyusahkan Dina untuk sekadar merias wajah, menata rambut, dan juga meminjam pakaian formal.
"Kamu cantik banget deh, serius!" Dina tak hentinya memuji penampilanku, padahal aku sendiri tidak mengerti bagian mana yang cantik dari topeng ini.
Setiap pasang mata menelisik ke arahku, membuatku sangat risih. Aku kehilangan rasa percaya diriku karnanya.
"Syifa.." seorang pria teman sekelasku menghampiri. Aku hanya diam menunggu maksud tujuannya datang.
"Hari ini kamu cantik." Ia memujiku sambil mengerling. Memuakkan.
Tiba-tiba, sebuah tangan menggenggam jemariku. Sosok Ghani muncul di sisi kananku. Tatapannya terarah tajam pada pria itu, berhasil membuatnya berbalik dan pergi dari hadapanku.
Bersamaan dengan kepergian pria itu, Ghani melepas genggamannya dan menyelidik pakaian yang kugunakan. Memang sedikit kekecilan karna ukuran tubuhku yang lebih tinggi dari Dina. Saat ini, aku mengenakan kemeja putih dengan lengan panjang yang hanya menutupi seperempat lenganku, serta rok span pendek coklat muda yang bahkan tidak sampai menutupi lututku.
Bagaimana lagi? Semua kemeja dan rok Dina akan se-panjang ini ditubuhku. Tapi aku sendiri bahkan tidak punya pakaian formal seperti ini. Seharusnya aku masih beruntung karna lebar tubuh Dina masih sama denganku meski tinggi kami jauh berbeda.
Refleks, aku menarik rok yang kukenakan ke bawah. Berusaha membuatnya lebih turun menutupi pahaku.
"Kau memang cantik." Ghani bergumam namun sangat jelas di pendengaranku.
"Kumpul semuanya!" Intruksi Senior memecah keadaan canggung ini.
Menghabiskan waktu sepanjang malam di kampus, mendengarkan pidato senior dan dosen ternyata tidak menyenangkan sama sekali. Apalagi harus bersikap sesuai arahan, selalu menjaga penampilan, dan yang parah adalah tidak boleh tidur sampai esok pagi. Tapi dari semua itu, masalahku sebenarnya adalah udara malam dingin yang tak bersahabat.
Susu hangat yang dibagikan pun tidak memberikan efek baik pada tubuhku. Aku memang sering terkena 'Hipotermia' karena tidak terlalu kuat dengan udara malam, dan sekarang, kondisiku dengan pakaian tipis dan pendek seperti ini menambah rasa dinginku. Akhirnya, gejala yang sebisa mungkin kututupi terlihat juga; tubuhku menggigil, bibirku bergetar. Sampai sebuah jas hangat mendarat di bahuku.