Sejujurnya aku sangat malu dan tidak tahu diri, tapi kesempatan emas seperti ini tidak mungkin bisa kulewati. Akhirnya aku di sini, terduduk di gazebo depan fakultas spot kesukaan ka Firman.
Hampir 20 menit aku menunggu, akhirnya pria itu datang juga.
"Maaf ya telat, tadi dosennya korupsi waktu."
Aku tersenyum menanggapinya. Dari tutur bahasanya saja sangat kental dengan politik. Tapi di samping itu, aku sangat senang bisa bertemu dengannya lagi hari ini, dengan tujuan khusus untuk berkencan.
"Jadi mau mengajakku kemana?"
"Umm... Itu.." aku menjeda kalimatku sambil berpikir sesaat. Aku bahkan tidak begitu paham tempat kesukaan ka Firman, apa mungkin aku harus mengajaknya ke tempat bersejarah sesuai jurusannya, atau ke alam terbuka seperti kesukaanku.
"Kak!" Seorang wanita menghampiri kami dan tiba-tiba memeluk lengan ka Firman dengan manja.
"Eh hai." Ka Firman tidak membalas pelukannya dan tidak juga melepas itu.
"Kenapa di sini?" Wanita itu merajuk.
"Aku ada perlu, sudah jangan tunggu aku." Ka Firman bicara lebih dingin dari biasanya.
Wanita itu melirik menyadari kehadiranku.
"Oh hai, aku Puspa." Ia mengulurkan tangannya.
"Syifa." Balasku berusaha tetap ramah.
"Kalau gitu aku pergi dulu ya sayang." Wanita bernama Puspa itu mengecup pipi ka Firman sekilas. Matanya masih tertuju padaku, seolah memberitahuku akan posisinya sebagai kekasih ka Firman.
"Jaga pacarku ya." Kali ini ia berbicara langsung padaku.
Refleks, mataku melotot tak percaya. Apa benar seperti itu? Tapi kenapa ka Firman memilih untuk kencan denganku?
"Sudah jangan dianggap, jadi kamu mau ngajak aku kemana?" Ka Firman membuyarkan pikiranku dan kembali membawaku ke topik semula kami.
"Ah .. itu.. sebenarnya aku cuman mau pinjem tas sama sepatu gunung kak, untuk orientasi akhir. Barangkali ada?" Aku berbicara dengan gugup dan terbata. Pandanganku mengedar ke sekitar. Sejujurnya aku kecewa mengetahui fakta mengenai wanita itu, dan bagaimanapun, aku tidak mungkin menjadi perusak hubungan orang seperti gosio yang tersebar tentangku sebelumnya.
"Hei, kamu mikirin Puspa?" Ka Firman menggenggam tanganku dengan lembut. Lagi dan lagi wajahku memerah karna sentuhannya.
"Kau ini lucu sekali setiap memerah gitu.." ia mencubit kedua pipiku dengan gemas.
"Itu beneran pacar kaka?"
"Iya.. tapi bukan hal penting."
Aku diam memperhatikan bicaranya yang seperti tergantung. Kupikir ia akan bercerita lebih jauh, tapi entah mengapa ia tak melakukan itu.
"Jadi gimna?" Ia mengalihkan topik
"Oh.. iya kak, aku mau pinjem tas sama sepatu gunung aja." Tuturku semakin yakin setelah ka Firman mengakui wanita tadi sebagi kekasihnya.
Ka Firman terlihat menghela nafas panjang, menampilkan raut wajah kecewa yang tidak lagi kumengerti.
"Boleh kok, ada di kosan. Ambil aja kalau mau pinjem."
Berkunjung ke kosan pria sebenarnya adalah hal yang tabu untukku, tapi aku tidak mungkin memintanya membawakan untukku. Aku yang butuh, maka aku yang harus datang. Selain itu, aku juga percaya ka Firman bukan orang yang akan berbuat jahat.
"Aku bawa motor, gapapa kan?" Ka Firman menghampiri sebuah motor vespa gts 300 black vulcano. Motor yang sangat kudambakan sejak dulu.
"Seriusan ini motor kaka?" Tanyaku antusias. Aku mengelilingi motor tersebut, memandangi keindahan seluruh sisinya. Warna hitam yang sangat mengkilat.