Setelah sampai di rumah, aku langsung tidur panjang sampai hari pun berganti. Yang kurasa setelah ini hanyalah perasaan rinduku pada ka Firman. Bukan lagi pegal di tubuhku, atau lelah yang bersarang.
Aku langsung mengecek ponselku, sudah banyak pesan masuk, tapi tidak ada satupun nama ka Firman.
Hal pertama yang kulakukan tentu saja menghubunginya duluan. Aku percaya, ka Firman sudah memberiku celah untuk masuk ke hidupnya sejak kemarin.
"Ka Firman.." sapaku
Belum sampai 5 menit, pesanku sudah dibaca dan tak butuh waktu lama juga ia membalasnya.
"Hai, kenapa?"
Aku harus bertemu dengannya lagi. Rinduku sudah terlalu besar dan tidak bisa ditahan.
"Aku mau ngembaliin tas sama sepatu, kaka ada dikosan hari ini?"
"Kamu kan baru kemarin pulang, santai aja, istirahat dulu." Balas ka Firman
Dia sangat perhatian, tapi aku tidak bisa lebih lama jauh darinya. Aku terlalu rindu.
"Kemarin kan udah istirahat, gapapa kok kak."
"Oh gitu, yasudah sorean aja ya. Nanti aku kabari lagi"
Begitu ka Firman menyetujuinya, aku langsung bersiap mandi dan mempercantik diri, tidak peduli jika hari bahkan masih sangat pagi.
Beberapa jam kutunggu kabar darinya, tapi yang terus menghubungiku justru Ghani.
"Kamu inget janjimu kan? Ayo hari ini nonton." Ghani masih saja membahas persoalan itu.
"Aku ada perlu, nanti aja kalau kosong." Balasku
"Yaudah kabarin aja ya. Aku siap kapanpun"
Seandainya Ghani adalah ka Firman. Sambil menunggu putaran waktu hingga sore hari, aku tertidur kembali, untung saja suara notifikasi ponsel bisa membangunkanku.
Aku langsung mengecek ponselku menemukan 1 pesan masuk dari pria yang kunanti. Kuharap tidak ada yang kulewatkan karna tidur kilatku.
"Syifa, hari ini kayanya gabisa. Aku harus pergi ke garut, ada urusan politik."
Pesan itu rasanya melumpuhkanku, menusuk hatiku dengan bilah sembilu. Padahal aku sudah mandi dan benar-benar bersiap.
"Kalau begitu kabari aku setelah di Bandung. Jangan lupa oleh-oleh." Jawabku
"Di garut ada apa?."
"Domba garut. Hehe."