Keesokan harinya, aku dan ka Firman berangkat bersama ke area perkemahan.
"Orientasi ini sedikit keras, kamu harus berani." Pesan ka Firman sebelum kami berpisah.
Orientasi pun dimulai, seperti permulaan lainnya, aku masih belum memiliki teman dan harus berjuang sendiri. Berbeda dariku, sepertinya anggota baru lainnya sudah saling kenal dan berteman baik. Mungkin karna hanya aku mahasiswa baru yang mendaftar. Dan seperti kata ka Firman, meski hanya terjadwal satu hari penuh, orientasi kali ini akan lebih berat dari level jurusan.
"Ambil posisi push up!" Wanita ini, siapa lagi kalau bukan Puspa. Firasatku tidak pernah salah, sejak awal aku yakin dia akan melakukan ini. Ada dendam lain di antara kami.
"Salahku apa?"
"Pake tanya! Cepet ambil posisi!" Ia menjerit dan suaranya sangat melengking.
Aku tidak menurutinya. Bagaimanapun, aku tidak akan mau mendapat hukuman jika aku tidak salah. Perkataan Dina telah mendorongku lebih berani dan tegas. Serta pelajaran ka Firman kemarin juga menyadarkanku jika untuk menjadi pahlwan, cukuplah membela keadilan dan kebenaran.
"Kamu nantang saya?" Tanyanya
Aku diam. Benar aku menantangnya.
Plakkk... Di luar dugaanku, Puspa langsung menamparku dengan keras.
"Kau sudah mengusik aku dan ka Firman." Bisiknya penuh emosi.
Plaakk.. Aku membalas tamparannya dengan sama keras.
"Jangan pikir, karna kau senior, kau bisa berbuat sesukamu!" Geramku
Saat itu juga banyak senior mendatangi kami.
"Ka Arif, anak ini berani-beraninya menamparku." Sekarang Puspa berakting seolah menjadi korban teraniaya. Sangat licik.
"Aku hanya membalasnya biar impas." Ucapku
"Kau ini junior, kenapa harus seperti ini?" Senior-senior lain bersuara menyalahkanku, sudah pasti mereka adalah para pendukung Puspa.
"Karna aku tidak bisa menerima perlakuan seperti ini tanpa alasan." Aku membela diri
Para senior semakin jauh memojokkanku. Bagi mereka, aku tetap bersalah dan paling bersalah. Aku diam, tidak tahu lagi harus membela diri bagaimana.
"Apa maumu?" Arif akhirnya angkat suara
"Aku hanya ingin hukuman diberikan untuk orang yang salah. Senior jangan berbuat seenaknya." Kuberanikan diri untuk kembali bersuara di depan Arif. Perkataanku sontak mendapat sorakan menghina dari senior lain.
Sedang Arif tampaknya setuju dengan ucapanku, ia bahkan tersenyum mendengar jawabanku.
"Kau yakin kau tidak salah?" Tanyanya lagi
"Kebanyakan orang gabisa tahu kesalahannya, seharusnya kalau aku salah, beritahu aku tentang kesalahanku dengan baik. Bukan tiba-tiba menghukum dan menampar tanpa alasan" Jawabku.
"Puspa?" Arif beralih menatap wanita itu.
"Dia... Dia.." Puspa berbicara dengan gelagapan ."Dia mengganggu senior." Lanjutnya.
"Kau ini konyol!" Arif terkekeh dengan jawaban asal Puspa.
"Sudah, bersikaplah yang baik.. minta maaf sekarang, dan lanjutkan tugasmu dengan benar." Arif berkata dengan tegas.
Sesaat sebelum keramaian di tempatku bubar, aku bisa melihat tatapan benci Puspa padaku. Sungguh, aku tidak suka dalam posisi seperti ini. Aku tidak pernah berniat mencari musuh, tapi orang lain selalu memusuhiku lebih dulu. Setelah kejadian memalukan tersebut, Puspa tidak lagi mengusikku. Senior yang lain juga tidak ada yang berubat di luar batasan.
"Acara selanjutnya, game versus!"