"Selamat karna kalian sudah berhasil melewati masa orientasi. Bendera tadi sebenarnya hanya alat untuk saya melihat kesungguhan kalian. Dan selamat, semuanya lolos dari games tadi."
Aku sudah tau ini sejak awal, mereka hanya berusaha membuat kami susah. Kegiatan orientasi ditutup dengan acara api unggun, bernyanyi dan menari. Sedang aku, memilih duduk menyendiri di depan tendaku sambil menyelesaikan tugas untuk beasiswa.
"Ada apa denganmu?." Arif tiba-tiba saja berada di dekatku.
"Aku lagi ngerjain tugasku." ucapku langsung
Arif langsung menarik ponselku dan membacanya.
"Tulisanmu sudah selesai dan bagus. Ayolah, sekarang waktunya bersenang-senang" ajaknya.
"Kak, aku ingin keluar dari senat." Ucapku.
"Kenapa?" Arif ikut mengambil tempat duduk di sisiku.
Sedang aku diam memikirkan alasan tepat untuk permintaanku.
"Kau sudah sejauh ini Syifa, aku tidak bisa mengabulkan itu."
"Tapi sejak awal, aku memang ga keterima senat kan."
"Keberanianmu sudah mengubah keputusanku."
Aku memilih bungkam. Apapun yang kukatakan sepertinya tidak akan pernah didengar.
"Lihat pria itu." Pandangan Arif terfokus pada Ka Firman dan Puspa yang tengah berdansa di sekitar api unggun.
"Dia sering melihat ke arahmu. Dia hanya malu untuk jujur pada dirinya sendiri dan memilih fokus pada dendamnya." Tuturnya lagi.
Aku melirik pria di sampingku dengan bingung. Apa maksudnya?
"Dia itu---" belum selesai Arif berbicara, mataku tiba-tiba saja kelilipan membuatku merintih dan bergegas mengusapnya
"Sini, biar kutiup." Arif mencoba membantuku. Satu tiupan, dua tiupan.
Bruuukk.. tubuh Arif tertarik ke belakang.
"Baru juga mengenalnya, kau sudah berlaku tidak sopan padanya." Siapa sangka, ka Firman sudah berada di sini dengan tata bahasanya yang terdengar emosi.
"Hakku mendekatinya" Arif berbicara dengan santai seolah sengaja memancing emosi temannyan itu lebih jauh.
"Jauhi Syifa!" Ka Firman mendorong bahu Arif keras sampai pria itu terpental ke arah tendaku. Ia juga menarik tanganku menjauh dari sana.
"Kak---"
Ka Firman membungkam mulutku dengan miliknya secara tiba-tiba. Tak perduli siapapun akan melihatnya. Aku merasakan kembami ciumannya.
Aku membatu dalam dekapan ka Firman. Darah mendesir dari ujung kaki sampai ujung kepalaku. Jantungku berdegup kencang.
"Aku tidak suka siapapun menciummu" Ka Firman mengelus pipiku yang memerah dan mengecupnya singkat.
"Brengsek!" Puspa tiba-tiba menjambak rambutku ke belakang sampai aku jatuh tersungkur. Ia duduk di perutku dan menamparku berkali-kali.
Ka Firman menggendong Puspa supaya aku terbebas dari posisi lemah ini.
Plaakk...