Seminggu setelah hari itu, aku tidak pernah lagi berhubungan dengan ka Firman. Ia juga bahkan tidak berniat untuk mendekatiku. Hanya saja.. kesialanku yang baru adalah tiba-tiba harus menjadi sekertarisnya di senat. Di tambah, hampir semua orang di senat mulai membenciku karna anggapan mereka tentangku sebagai orang ketiga. Gosip itu bahkan tersebar hampir di semua jurusan, membuatku menjadi musuh banyak orang LAGI.
"Kak, aku bisa terima kalau kaka ga mau ngeluarin aku dari senat. Tapi kali ini, tolong ganti peranku. Aku lebih memilih jadi sekertaris ka Dino di divisi internal, atau jadi staff aja." Aku memohon untuk kesekian kalinya pada Arif.
"Syifa, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kau direkrut langsung oleh Firman."
"Kau ketua senat!" Sanggahku
"Menghentikanmu tetap keputusan Firman. Sudahlah Syifa, aku akan dipihakmu." Arif berusaha meyakinkanku
Sesaat aku terdiam. Apalagi yang bisa kulakukan selain...
"Kalau gitu, lebih baik aku ngundurin diri secara paksa. Aku gaakan pernah ikut kumpul senat atau mengerjakan tugasku."
"Syifa, kamu sudah sejauh ini." Turur ka Arif
"Aku juga sudah sesakit ini, kak." Balasku
"Syifa, percaya sama aku, aku dipihakmu. Aku janji gaakan biarin kamu sakit hati lagi."
"Tap---"
"Buktikan padanya kalau kamu wanita kuat. Seharusnya kamu tahu, dia akan merasa gagal jika orang yang disakitinya bersikap biasa saja."
Seminggu kemudian aku tetap menyandang status sebagai sekertaris bidang eksternal di senat fakultas, atau jelasnya adalah sekertaris ka Firman. Aku memegang kata-kataku sebelumnya untuk tidak pernah menjalankan tugasku. Bahkan, sebisa mungkin aku selalu menghindari ka Firman ataupun Arif.
"Syif, dipanggil Arif." Dino memintaku datang ke ruang senat.
Di ruangan itu hanya ada Arif. Mungkin inilah saatnya ia akan memecatku.
"Kamu tahu seberapa pusingnya Firman kerja sendiri?" Tanya Arif tanpa basa-basi.
"Aku tahu, karna itu gantikan aku."
"Aku gaakan menggantikanmu." Refleks aku menoleh ke sumber suara di belakangku. Entah sejak kapan, pria itu sudah berdiri di belakangku.
Semua tindakanku bukan tanpa sebab, aku menghindarinya karna ingin berhenti mencintainya. Tapi kali ini, begitu aku melihatnya lagi, benteng pertahananku langsung runtuh. Rasanya aku tak berdaya diperbudak cinta.
"Maaf telah lari dari tugasku." Aku berbicara sambil menatap Arif dan tentu saja membelakangi ka Firman.
"Besok, aku ada panggilan menemui ketua senat fakultas MIPA."
"Kau harus temani Firman" Arif memperjelas maksud sahabatnya.