"Bangunlah." Cubitan keras di kedua pipiku berhasil menyadarkanku.
"Ka Firman?!"
"Kenapa hobimu pingsan sih? Di tengah jalan lagi." Iya menyentil jidatku.
Tunggu dulu.. aku melirik sekitar. Ini adalah kamas kos ka Firman. Kenapa aku di sini?
"Tadi kamu pingsan di parkiran kampus, dan itu tepat di depanku. Jadi gamungkin kubiarkan begitu aja kan?" Ia menjelaskan seolah tau isi pikiranku.
"Maaf dan makasih."
"Kamu ini kenapa sih pingsan terus?" Tanya ka Firman
"Selain Hipotermia, aku juga punya gangguan psikosomatis. Kalau banyak pikiran ya gini deh."
"Dasar bocah" Ka Firman mengelus rambutku. Ia juga merangkulku, membiarkan kepalaku jatuh ke bahunya.
"Memang pikiran apa lagi?" Tanyanya
Sampai detik ini, ka Firman masih saja memperlakukanku seperti adiknya. tidak lebih.
"Kak, apa aku kurang menggoda sebagai wanita dewasa?" Tanyaku memberanikan diri
Ka Firman berpikir sesaat.
"Jangan mikir gitu, kamu cantik.. siapapun pengen jadi pacarmu."
"Kalau kaka gimana?"
"Sudah kubilang aku ini pria jahat, aku ga pantes buat kamu."
Aku memeluk pria ini. Entah kenapa, apa yang keluar dari mulutnya selalu terasa sebagai sebuah kepura-puraan, sama seperti hidupku belakangan.
"Ghani pacar pertamaku, tapi selama pacaran, hubungan ini tidak terasa berbeda dengan hubungan kami dulu sewaktu berteman. Lalu, setelah sebulan, ternyata dia selingkuh." Lanjutku
"Kenapa kamu tiba-tiba mau pacaran? Sama dia lagi? Dari awal, aku kan sudah memperingatimu" Ia menjebakku dalam ceritaku sendiri.
"Ah itu..." Aku menggantungkan kalimatku. Perlahan, pelukanku melonggar.
"Boleh aku nginep di sini lagi kak? Aku males pulang." Aku mengalihkan ucapanku.
Ka Firman menyetujuinya..
"Syifa, kenapa kamu masih mau bicara denganku?" Tanya ka Firman di sela usaha kami untuk tidur
"Karna kaka orang baik."
"Kamu jelas tau gimana kelakuanku." Ia menyanggahnya.
"Aku percaya kaka orang baik."