"Syifa!" Sebuah suara memanggilku. Itu ka Firman.
"Ya?"
"Hari ini kau harus datang ke kumpulan organisasi.. ada rapat aksi."
"Kenapa?"
Ia tak menjawabku dan memilih langsung menarikku pergi. Kami tiba di sebuah tempat makan lesehan. Meski aku adalah salah satu anggotanya, aku jarang sekali berkumpul. Tugasku hanya menulis dan menyiarkan berita organisasi, jadi tidak perlu ikut berkumpul. Sekalipun membutuhkan diskusi, aku hanya perlu melakukannya dengan Arif sebagai ketua kami. Dan saat ini, di perkumpulan rapat ini seseorang menarik perhatianku. Puspa.
"Jadi, karna ada dia kaka mengajakku" Gumamku.
Ka Firman merangkulku di depan semuanya.
Satu hal yang kulupakan dari Puspa. Dia juga adalah seorang aktivis kampus, karna itu apapun kegiatan ka Firman, wanita itu pasti juga akan selalu hadir. Bukan sepertiku yang hanya pengecut di belakang layar.
Selama rapat berlangsung, kenyataan pahit menyadarkanku, bahwa aku memang tidak bisa cocok dengan ka Firman seorang aktivis kampus. Jika kupikir lagi, ketika kami bersama pun kami tidak begitu banyak memiliki topik. Saling diam dengan dunia kami sendiri. Seperti aku yang sibuk menahan debaran jantungku, dan ia yang selalu sibuk dengan ponselnya. Sekalipun kami berbincang tentunya hanya membahas seputar urusan kampus, pelajaran politik dan percintaan yang jelas tak ia anggap sebagai realita.
Berbeda dengan Puspa.. di samping alasan ka Firman memacari wanita itu sebelumnya, aku bisa merasakan kecocokan di antara mereka. Mereka bahkan masih bisa mengobrol panjang lebar dan berjalan dalam pandangan yang sama.
Bagaimanapun usahaku masuk ke dunia ka Firman, nyatanya tidak berarti apa-apa. Beberapa kali aku memberanikan diri menyelam di kehidupan politiknya, tapi tak pernah berhasil. Kehadiranku justru selalu mengacaukan dan membuatnya kewalahan.
Satu-satunya yang ia inginkan dariku (hubungan dewasa) tidak pernah bisa kuberi dan satu-satunya yang aku inginkan (cinta) juga tidak pernah bisa ia beri.
Akhirnya aku memutuskan untuk melepasnya. Aku masih tetap mencintai pria ini, tapi aku tidak bisa melakukan apapun lagi. Keadaanku tidak cukup membuatnya bertekuk lutut atau sekadar merasa nyaman dan untung karena bersamaku. Aku juga tidak bisa membukakan matanya akan cinta yang kumiliki. Baginya cinta tetaplah kepalsuan, dan wanita adalah kepuasan.
Sejujurnya hatiku tak bisa menyerah dan ingin belajar lebih banyak tentang hatinya.. tapi untuk saat ini, aku harus melepasnya dulu. Aku harus menjalankan duniaku sendiri..
*
Memasuki semester baru, aku masih menjadi pengecut. Hanya mampu mencintai dalam diam. Aku juga tidak lagi berhubungan dengan ka Firman, termasuk untuk urusan status palsuku sebagai tunangannya. Bahkan, kepura-puraan saja sudah tidak berarti lagi.
"Syifa, nonton yuk." Ghani, kembali menggangguku dengan berani. Kali ini, entah maksud tujuannya apa, tapi kuusahakan untuk perbaiki hubungan pertemanan kami. Aku tidak mau sosok mantan berubah menjadi musuhku.
Lagipula, memang ini yang kubutuhkan saat ini. Mengalihkan isi hati dan pikiranku. Aku tidak mengerti istilah pelarian dalam dunia percintaan, tapi aku tahu, ini yang kulakukan pada Ghani.
"Oke."juga