Aktivis Kampus

Zihfa Anzani Saras Isnenda
Chapter #23

Bab 23 - Pria Baru Serupa Cinta

Aku masih tak percaya dengan pria yang kulihat saat ini. Ka Adit.... Senior populer di jurusanku. Pria yang memiliki wajah sangat tampan yang sedikitnya mirip dengan ka Firman.

"Aku kemarin lewat dan lihat Ghani membawamu. kenapa kamu mau pergi sama dia? Bukannya sudah berkali-kali ia menjahatimu?" Ka Adit menanyaiku dengan ketus, seperti sifatnya yang kutahu sejak awal.

"Kita cuman nonton."

"Lain kali, coba cari tau dulu pria seperti apa yang mendekatimu."

"Kupikir Ghani orang baik."

"Baik apanya? Dia itu fakboi. Dia ngedeketin kamu cuman mau merkosa kamu." Di luar dugaanku, ka Adit ternyata merupakan tipe pria yang frontal.

Wajahku memerah karena ucapannya. Aku mengalihkan pandanganku tertunduk ke arah kasur. Aku menyadari kejadian semalam. Kulihat pakaian yang kugunakan. Sialnya, ini bukan pakaianku yang semalam. Melainkan kemeja putih kebesaran yang kurasa adalah milik seorang pria.

"Itu kemejaku. Aku terpaksa mengganti pakaianmu, karna bajumu robek." Ka Adit menyodorkan bajuku semalam. Benar saja, robekannya sangat besar dan pasti memalukan jika aku masih memakainya.

Tapi... Itu berarti, ka Adit telah melihatku?

"Tenang saja, aku tidak melakukan apapun selain mengganti bajumu. Untuk tanda merah di lehermu...." Ka Adit menggantungkan ucapannya.

Sontak aku langsung melihat tanda yang dimaksud. Sangat memalukan. Aku sungguh membenci Ghani dan besumpah tidak akan pernah mau bertemu dengannya lagi.

"Ah, boleh aku ke kamar mandinya kak?" Aku sengaja mengalihkan pembicaraan kami sebelum rasa maluku terlihat jelas.

Aku bergegas membersihkan diriku. Sialnya, celana jeansku jatuh dan basah. Aku tidak mungkin memakainya lagi. Untung saja kemeja ka Adit besar dan panjang, bisa menutupi sampai pahaku. Sebenarnya, penampilanku ini sangat memalukan karena hampir setengah bertelanjang, tapi aku tidak memiliki jalan lain. Aku memberanikan diri membuka pintu dan keluar dsri kamar mandi.

Kehadiran Ka Adit tidak terlihat. Begitu aku membuka pintu kamarnya, ia sedang berdiri memunggungi pintu. Sedari tadi, ia menungguku di depan pintu. Dan hal lain yang juga baru kusadari adalah tempat ini. Bukan sebuah rumah, melainkan apartemen mewah. Aku bisa melihatnya dari bentuk lorong berkarpet merah seperti hotel dan banyaknya pintu bernomor yang ada di lorong itu.

"Kenapa kamu pakai baju seperti ini?" ka Adit menyelidikku dari atas sampai bawah.

"Celanaku basah kak." Aku menarik kemeja ka Adit ke bawah, untuk menutupi paha bawahku. Sedang Ka Adit berdehem dan mengalihkan pandangannya.

"Sekarang weekend, banyak orang di luar sana. Kamu mau kuantar pulang sekarang dengan pakaian seperti itu, atau--"

Aku langsung menyambar ucapan ka Adit, "Boleh aku tinggal sebentar? Sampai celanaku kering.."

"Oke.. mau makan apa?" Tanyanya lagi.

"Ah gausah kak. Aku sudah sangat merepotkan."

Ucapanku tak dihiraukannya. Ia tetap saja menelepon jasa kurir makanan dan memesannya secara acak.

Kami saling diam selama beberapa jam. Ia sibuk dengan buku-bukunya dan aku sibuk dengan makanan yang ka Adit belikan. Yang kutahu, ka Adit adalah pria dingin dan pendiam, jadi sepertinya ia tidak ingin diganggu sekalipun untuk ditawari makanan.

Mataku menelisik lagi setiap sudut di tempat ini. Hanya itu yang bisa kulakukan untuk menghilangkan bosan.

Prankk.. Aku menyenggol sebuah figura yang terpajang di atas meja sekitarku. Gadis bodoh. Aku langsung mengambil figura itu sebelum ka Adit memarahi tingkah bodohku. Untung saja figura itu terbuat dari plastik dan tentu tidak bisa pecah.

Tunggu...

"Ini?"

"Itu kakakku." Suara ka Adit sangat dekat di telingaku. Entah sejak kapan, ia sudah berdiri di belakangku.

"Ka Firman?" Tanyaku memastikan.

Aku tidak mungkin salah mengenali orang. Foto itu menunjukkan tiga orang pria yang saling merangkul, di antaranya adalah ka Adit, seorang pria tua yang kurasa adalah sosok ayahnya, dan satu lagi yaitu ka Firman.

"Kami satu ayah beda ibu. Meski aku adiknya, aku adalah anak dari istri pertama ayah yang sudah meninggal"

Tubuhku menegang, pikiranku berputar keras. Kemiripan di antara mereka ternyata bukan hanya perasaanku semata. Sejujurnya aku tidak berani membahas lebih jauh mengenai masalah keluarganya, meski jujur saja aku sangat penasaran jika itu berhubungan dengan ka Firman.

Ka Adit berbeda dari pemikiranku. ia dengan terbukanya menceritakan hal ini padaku.

"Ibuku meninggal setelah 2 tahun melahirkanku. Ia memaksakan diri untuk memilikiku padahal sejak awal dokter bilang ibu gakuat untuk mengandung dan melahirkan. Karna itu, dia sakit-sakitan dan akhirnya meninggal." Jelasnya

Lihat selengkapnya