Aktivis Kampus

Zihfa Anzani Saras Isnenda
Chapter #31

Bab 31 - Sebuah Ungkapan Yang Tertahan (2)

Kau tersadar.. aku mau jujur, tapi kamu malah lebih dulu mengalihkan topik. Maaf karna aku belum sempat memberitahu kenyataan tentang tanda merah di lehermu. Lagipula, aku tidak mau meninggalkan kesan buruk di matamu. Saat itu, aku tidak mengerti caranya memulai bicara, aku terlalu gugup dan berdebar. Banyak waktu terbuang sia-sia hanya dengan diam dan berpura-pura membaca buku. Aku tidak bisa seperti ini lagi.. saat aku mendekatimu, kau sedang memperhatikan fotoku dengan Firman dan ayah. Akhirnya kau melihat ini.. Aku membeberkan semuanya.. hanya topik ini yang bisa kubicarakan.

Entah kenapa, sejak kamu tahu tentang hubunganku dengan Firman, kamu sering mencariku hanya untuk berterimakasih. Aku selalu menolak karna aku belum mampu mengontrol jantungku ketika bersamamu. Tapi hari itu, kau tiba-tiba memaksaku, menarik tanganku. Kamu juga membawaku ke area terlarangku, tempat biasa Firman berkumpul dengan teman-temannya. Sebisa mungkin, aku menolak, tapi kau juga menggunakan caramu untuk memaksaku. Untungnya, Firman tidak ada di sana. Aku jalan terburu-buru sampai meninggalkanmu. Dan kebodohanku adalah membiarkanmu terjatuh.

Saat aku menolongmu, orang yang kuhindari pun datang. Ia memanggilmu dan mengatakan hal yang kubenci. Hal yang membuatku berpikir jika kamu telah jatuh ke perangkapnya, menjadi wanitanya. Kenapa Syif? Kenapa harus begitu? Kau bahkan memangil namanya 3x tanpa menghiraukan kehadiranku di depanmu. Apa kau tidak bisa melihat perasaanku? Aku mengucapkan kalimat yang tak seharusnya.. maafkan aku.. aku jatuh ke dalam rasa cemburu dan sakit hati berlebih.

Aku merasa bersalah dan selalu mencarimu, tapi aku tidak seberani itu untuk menghampirimu.. tanpa kusangka, kamu yang justru menghampiriku. Aku masih ingat, kau memberiku sebuah coklat untuk permintaan maaf. Tapi aku gugup, lidahku kelu rasanya, tak bisa berkata apapun. Asal kau tahu, aku juga ingin minta maaf padamu waktu itu. Kau hendak pergi sebelum aku bicara, tapi Firman menghadangmu. Ia juga lalu memelukmu dan mengatakan kau ini tunangannya. Kau tahu rasanya cemburu? Menyakitkan. Emosi seperti memuncak naik ke pucuk kepala. Firman menyuruhku tidak mendekatimu lagi, itu tidak mungkin. Karnanya aku memukul orang itu.. Firman menyikutmu, aku tidak bisa tinggal diam. Aku semakin merasa kesal dan marah. Aku terus menghajarnya seperti tidak ingat dunia. Untung saja Arif dan embel-embel senatnya datang memisahkan. Tapi fokusku teralihkan begitu melihat hidungmu berdarah. Aku sanga takut akan keadaan itu. Aku pingsan.. memalukan ya..

Aku senang karna begitu aku bangun, aku bisa melihatmu lagi. Sebelumnya, aku benar-benar takut kehilanganmu, sama seperti dulu aku kehilangan ibuku. Tanpa sadar, aku menangis. Memalukan lahi. Kau memelukku. Ini adalah hari paling bahagia untukku. Secara sadar, kau melakukan ini dan memberiku perhatian. Aku menikmatinya, sampai si biangkerok itu datang lagi.. mengganggu dan mengatakan hal yang tidak pantas. Emosiku tak bisa ditahan lagi seperti sebelumnya. Kali ini aku berniat untuk menghabisi kakaku sendiri.. dia sudah sangat keterlaluan. Kau menghentikanku dengan paksa. Kau juga menamparku. Aku sempat tidak menerima keadaan ini. Aku membelamu, tapi kenapa kau menyalahkanku? Apa sebegitu besar cintamu untuknya?

Begitu sampai rumah sakit dan mengetahui keadaan Firman, aku sadar.. aku telah berbuat salah. Selain itu, akhirnya aku juga bisa melihat cinta di matamu, tapi bukan untukku, melainkan untuk Firman. Aku berharap ini semua tidak nyata. Aku memaksakan diri menyatakan perasaanku padamu, tapi kamu tidak sama sekali percaya. Aku menjelaskan dengan jujur, tapi kau langsung menolakku. Hatiku hancur..

Lihat selengkapnya