BAB 12
Untuk tempo ini bukan aku yang akan mengambil memori dalam otakku, melainkan hembusan angin yang akan membantuku mengambilnya, yah... Mudah-mudahan saja otakku tidak kembung. Dan kali ini bukan barisan para mantan yang terdepan, tetapi memori SMA-ku yang paling diimpikan, khususnya oleh khalayak di seluruh penjuru Penjara Suci.
Tidak terasa, aku, paradigma baheulaku, dan masa 'klok'ku sebentar lagi akan mengalami masa peralihan. Ibu dan kakak perempuan pertamaku berbondong-bondong menyarankan diriku agar masuk SMAN 1 Mojosari, tetapi tidak dengan Ayahku. Ayahku kurang setuju jika aku harus masuk ke sekolah Negeri, ayahku takut jika aku masuk disana diriku akan lupa dengan agama dan takut nanti semua hafalanku akan hilang.
Tidak bisa dipungkiri lagi diriku yang saat itu sangat suka dengan Matematika, membuat nilai Ujian Nasionalku bisa terselamatkan. Kami semua bisa bernafas lega, semua khalayak kelas tiga bersenang-senang ria dan mereka sangat tidak sabar menanti jas biru ditubuh mereka. Kalau sudah begini pertanyaan yang terlontar tidak akan terasa asing lagi ditelingaku, "Bagaimana jika ada anak baru?" Aku akan memberi tahu kepada kalian, apa yang mereka khawatirkan? Mereka khawatir jika semua anak yang mereka sukai akan diambil oleh anak baru, memang tidak semua anak yang mengatakan itu tapi ada sebagian yang berpikiran, "Bagaimana ya dengan anak baru?" Aku akui mayoritas anak laki-laki di Penjara Suciku sangat rupawan dan itu tidak perlu diperdebatkan lagi, begitu juga dengan anak perempuannya, yah... Walaupun diriku ini bukan salah satunya.