Wangi kertas yang usang dan tua memasuki indra penciumanku begitu aku masuk kedalam ruangan yang paling jarang didatangi oleh siswa yang lain. Ya, perpustakaan. Mungkin diantara kalian juga ada yang enggan untuk masuk kedalam ruangan ini bila tidak ada sesuatu yang genting dan penting untuk dicari. Ya, mungkin hanya aku saja yang pelanggan tetap gudang ilmu ini.
Entah kenapa aku begitu tertarik dengan tinta hitam yang terukir diatas kertas putih kemudian dijilid menjadi satu paduan yang memiliki makna cerita disetiap judulnya. Aku membetulkan letak kacamataku lalu kembali fokus mencari buku yang menarik mataku untuk dibaca. Filosofi kopi. Hmmm, sepertinya ini menarik. Aku menarik buku itu lalu segera mencari tempat nyaman untukku membacanya.
Tiba-tiba sesuatu yang dingin menyentuh kulit pipi kananku dan sontak membuatku menoleh kesal kepada siapapun pelaku yang jahil ini. Kutemukan laki-laki yang sangat aku kenal dengan senyum yang tak pernah lepas dibibirnya tiap kali berhasil membuatku kesal. Ice cream coklat itu masih menempel dipipi kananku.
“Jail banget sih,” keluhku sambil mengambil ice cream tersebut dari tangan Adrian. Aku menutup buku yang sedang kubaca lalu meletakannya diatas meja. Aku melirik ke arah Bu Indah, penjaga perpustakaan yang terkenal galak, yang sedang fokus dengan komputer yang ada didepannya. Salah satu peraturan di tempat ini adalah dilarang makan dan minum. Tapi semenjak berteman dengan laki-laki tampan disebelahku ini, entah peraturan keberapa ini yang aku langgar. Dengan perlahan aku membuka pembungkus ice cream coklat itu lalu segera melahapnya.
“Kamu sedang apa? Gak bosen apa berduaan terus sama buku?” gerutu Adrian sambil duduk disebelahku.
“Gak. Kamu tuh yang ga bosen apa dikelilingin cewek terus-terusan, sampai diikuti kemari,” kataku sambil melirik beberapa perempuan yang melirik kearah kami, tepatnya kearah Adrian.
“Aku gak peduli tuh. Asal ada kamu selalu disampingku, aku udah aman,” ucapnya sambil melirikku. Aku menatapnya lalu memutar bola mataku. Aku kembali melahap makanan enak ditanganku ini. Ah, kenapa sih ice cream dan coklat itu perpaduan indah yang begitu menyenangkan? Aku sangat berterima kasih kepada siapapun yang menciptakan ide ini. Kamu telah menciptakan obat enak penambah mood setiap orang.
Adrian kemudian mengambil buku yang aku pegang lalu membacanya. Aku melirik kearahnya yang mulai membuka halaman pertama buku tersebut. Sebagai seseorang yang mengenal selama 8 tahun terakhir ini, adalah hal yang sangat jarang melihat Adrian begitu tertarik pada sebuah buku.