Aku & Kehilangan

Nurmala Setianing Putri
Chapter #4

4 - Pilihan yang Sulit

Juna terbaring lemas di ruang rawatnya dengan luka-luka di areal kepala dan wajah yang telah ditutup perban. Fikirannya melayang ke beberapa jam yang lalu, ke saat-saat terburuk dalam hidupnya. Kejadian yang nyaris saja merenggut nyawanya, namun berhasil merenggut separuh jiwanya. Ya, kejadian itu telah membuatnya 'kehilangan' Kayra.

"Loe gila? Gue gak bisa egois dengan mengorbankan loe sementara gue nyelamatin diri gue sendiri. Nggak. Gue gak bisa." elak Juna saat Dimas memintanya untuk segera menyelamatkan dirinya dengan loncat keluar mobil.

"Ini demi Kayra, Jun. Loe tega lihat dia kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya? Pintu mobil sebelah gue juga gak akan bisa dibuka Jun, loe lihat ada pohon besar di samping sini. Lagipula percuma kalau gue yang selamat, gue sakit parah, gue gak bisa bahagiakan Kayra. Cuma loe yang bisa bahagiakan dia. Mungkin memang takdirnya gue harus pergi dengan cara seperti ini. Please, demi Kayra." Dimas begitu memohon namun tatapannya tetap mengarah kedepan, menghindari pemandangan bawah tebing yang mulai terlihat begitu jelas.

Kreeekkkk. Suara decitan mobil semakin terdengar jelas, menandakan posisi mobil saat ini sudah semakin miring dan semakin terdorong ke bawah, mungkin akan jatuh beberapa detik lagi.

"Cepat juuuuuuun." teriak Dimas yang kemudian dengan amat terpaksa dituruti oleh Juna.

Juna menarik napasnya perlahan, dengan gerakan lambat, ia mencoba membuka pintu mobilnya dan segera ia hempaskan badannya ke kanan saat pintu mobil itu berhasil terbuka.

Juna meringis kesakitan memegang bahu kanannya yang menghantam bebatuan.

Brukkkkkkk... Suara mobil terjatuh ke dalam tebing itu begitu terdengar di telinga Juna. Ia menatap nanar mobil Dimas yang kini sudah hilang dari pandangannya.

"Dimassssssss." teriak Juna berusaha bangkit dan memandang ke bawah tebing, namun ia sama sekali tak melihat keberadaan mobil yang telah membawa Dimas ikut jatuh kesana.

"Di..mas." teriaknya lagi dengan suara yang nyaris hilang terhalang suara seraknya akibat butiran air mata yang memaksa menerobos matanya.

Dimas jatuh dengan posisi berlutut.

Ia memukul-mukul telapak tangannya ke atas tanah.

"Bodoh, gue bodoh. Harusnya gue gak lakuin hal ini. Harusnya gue ikut jatuh bareng Dimas. Atau nggak, mestinya Dimas yang selamat, bukan gue. Kayra gak akan bisa maafin gue kalau dia tahu gue memilih menyelamatkan diri gue sendiri dibandingkan menyelamatkan Dimas. Harusnya gue gak turutin kemauan gila Dimas." ucap Juna semakin terisak.

Beberapa mobil yang melewati jalan ini segera menepi, orang-orang mendekat ke arah Dimas. Beberapa di antaranya hanya penasaran dengan apa yang terjadi pada pria itu, beberapa lagi khawatir dengan keadaan tubuh Juna yang berlumuran darah, ada pula yang tengah berusaha menghubungi ambulans dan kantor polisi. Tapi Juna tak menghiraukan keberadaan orang-orang yang tengah berkerumun di dekatnya. Fikirannya terfokus pada keadaan Dimas saat ini, juga pada reaksi Kayra saat gadis itu mengetahui kabar kekasihnya.

Juna mengusap matanya yang nyaris mengeluarkan air mata kembali. Ia mencoba menepis ingatannya pada kejadian naas tadi.

Pintu ruang rawat itu mulai terbuka. Muncul dua sosok wanita dengan wajah penuh kekhawatiran menuju kasur rawat Juna.

Yang satu adalah sosok wanita paruh baya, namun wajahnya masih terlihat awet muda, satunya lagi seorang gadis cantik dengan hijab merah muda.

Lihat selengkapnya