Setelah berjalan cukup lama melalui jalan setapak yang dikelilingi pepohonan bersinar dan rerumputan hijau, Riku akhirnya melihat cahaya terang di kejauhan—tanda bahwa mereka sudah mendekati kota kecil yang disebutkan Lume. Namun, ketika mereka semakin dekat, Riku mulai merasakan perubahan suasana yang drastis. Jika sebelumnya dia hanya berada di tengah alam yang tenang, sekarang dia dihadapkan pada hiruk-pikuk kota yang penuh dengan aktivitas. Jalanan dipenuhi oleh manusia, makhluk humanoid seperti Lume, bahkan beberapa makhluk aneh dengan bentuk tubuh yang tidak bisa dijelaskan logika—ada yang memiliki sayap kecil, ada yang berjalan dengan empat kaki, dan ada yang sepertinya terbuat dari api atau asap.
Riku merasa risih. Suara langkah kaki, obrolan keras, dan deru kendaraan sihir yang melintas membuat kepalanya pusing. Dia belum pernah berada di tempat seperti ini—keramaian yang begitu padat dan tanpa aturan yang jelas baginya. Bahkan di dunia lamanya, dia selalu menghindari tempat-tempat seperti stasiun kereta atau pusat perbelanjaan karena merasa tidak nyaman. Di sini, semuanya jauh lebih buruk.
"Maaf, Pak!" seru seorang anak kecil yang berlarian di antara kerumunan, hampir menabrak Riku. Anak itu langsung berlari lagi tanpa menoleh, meninggalkan Riku yang masih terkejut dan sedikit kesal. Dia mundur selangkah, mencoba menjaga jarak dari orang-orang di sekitarnya, tapi kemudian sebuah suara bising mendekat—kereta sihir besar meluncur cepat di jalurnya, menyemburkan percikan energi biru saat melewati mereka. Riku nyaris terseret ke dalam jalur kereta karena refleksnya yang lambat.
"Aether," gumam Riku pelan, berusaha agar tidak terdengar oleh orang lain, "apa semua tempat di dunia ini selalu serumit ini?"
Sebuah teks muncul di sudut pandangannya, seperti chat box yang hanya bisa dilihat olehnya:
Aether: "Affirmative. Berdasarkan analisis pola mobilitas penduduk, tingkat keramaian di area ini mencapai 85% dari kapasitas maksimal. Rekomendasi: hindari zona transportasi utama untuk mengurangi risiko insiden."
"Tidak butuh statistik keramaianmu sekarang, Aether!" balas Riku dalam hati, tapi tetap bergumam pelan tanpa sadar. Beberapa orang di sekitarnya menoleh, tampak heran melihatnya berbicara sendiri.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Lume, yang melihat Riku tampak semakin tegang.
"Ya, aku hanya... bicara sendiri," jawab Riku cepat, mencoba menutupi rasa malunya. Dia tahu bahwa hanya dia yang bisa melihat dan mendengar Aether, tapi kadang-kadang kebiasaan bergumamnya membuatnya terlihat aneh di mata orang lain.
Namun, saat mereka mendekati pos penjaga, Riku merasa semakin cemas. Kerumunan orang di depan pintu masuk membuatnya merasa sesak. Dia mencoba mengambil napas dalam-dalam, tapi kehadiran orang-orang yang berbicara keras dan berdesakan membuatnya semakin tegang.
Aether: "Detak jantung Anda meningkat 110% dari rata-rata normal. Kadar adrenalin naik 65%. Rekomendasi: teknik pernapasan dalam dapat membantu menstabilkan kondisi psikologis Anda."
"Aku tidak butuh laporan medis detil sekarang, Aether!" gumam Riku lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya. Seorang pria di dekatnya memberikan tatapan aneh, seolah-olah Riku adalah orang gila yang berbicara kepada dirinya sendiri.
Lume hanya tersenyum kecil, tampak memahami situasi. "Jangan khawatir," katanya sambil menunjuk ke arah sebuah bangunan besar di ujung jalan. "Kita hampir sampai di pos penjaga. Di sana, kita bisa memeriksa identitasmu dan membuat pengenal agar kamu bisa tinggal di kota ini."
"Pengenal?" ulang Riku, bingung. "Kenapa aku butuh pengenal? Bukankah aku baru saja... tiba di dunia ini?"