Matahari pagi di Dunia Eterna bersinar lembut, menyelimuti hutan kecil tempat Riku berlatih sihir dengan cahaya keemasan. Udara segar dan aroma dedaunan yang basah oleh embun membuat suasana terasa damai. Namun, bagi Riku, ketenangan itu hanya ilusi sementara—pikirannya dipenuhi oleh algoritma, kode-kode imajiner, dan eksperimen yang belum selesai. Dia duduk di bawah pohon besar, tablet kristal kecil tergeletak di depannya, sementara dia mencoba memperbaiki bug dalam algoritma sihir yang telah dia buat kemarin.
"Aether," gumam Riku sambil menulis ulang barisan logika di udara dengan jarinya, "kita coba lagi yang satu ini."
Aether: "Affirmative. Algoritma sihir telah dimodifikasi. Probabilitas keberhasilan meningkat menjadi 73%."
Riku menghela napas panjang, lalu menutup matanya. Dengan fokus penuh, dia membayangkan input energi dari lingkungan sekitar—partikel-partikel udara yang tak terlihat—dan mencoba memprosesnya melalui tablet kristal sebagai medium. Kali ini, dia menambahkan sedikit modifikasi pada loop feedback positif yang dia pelajari kemarin, berharap outputnya akan lebih stabil.
"Baiklah," gumamnya pelan, "jalankan."
Tablet kristal mulai bergetar lemah, dan cahaya samar-samar muncul dari permukaannya. Cahaya itu perlahan-lahan berkembang menjadi bola kecil yang berpendar lemah, meskipun intensitasnya masih jauh dari sempurna. Riku tersenyum tipis, merasa lega karena setidaknya ada kemajuan dibandingkan kemarin.
Namun, sebelum dia bisa merasa puas, suara langkah kaki mendekat membuatnya tersentak. Dia menoleh cepat, dan matanya melebar saat melihat Lume dan Lyra berdiri di balik semak-semak, menatapnya dengan ekspresi takjub.
"Riku?" kata Lume, suaranya penuh rasa ingin tahu. "Apa yang sedang kamu lakukan?"
Riku langsung merasa gugup. Dia tidak menyangka akan bertemu mereka di sini, apalagi dalam situasi seperti ini. Bola cahaya di depannya mulai berkedip-kedip tidak stabil, dan akhirnya padam sepenuhnya.
"Aku... aku hanya mencoba sesuatu," jawab Riku dengan nada canggung, tangannya gugup memegang tablet kristal. "Ini... belum selesai."
Lyra melangkah maju, matanya berbinar penuh kekaguman. "Kamu berhasil menciptakan sihir? Meskipun tanpa aura sihir?"
Riku menggaruk belakang kepalanya, wajahnya memerah karena malu. "Ya, tapi hasilnya masih sangat lemah. Aku hanya mencoba menggunakan pemrograman untuk menciptakan algoritma sihir. Masih banyak yang harus diperbaiki."
Lume tertawa kecil, suaranya seperti lonceng yang berdering ringan. "Kamu benar-benar manusia reinkarnasi yang unik, Riku. Aku belum pernah melihat orang yang bisa menciptakan sihir tanpa aura sama sekali."
Riku merasa semakin canggung, tapi juga sedikit bangga. Dia tidak pernah membayangkan bahwa percobaan kecilnya akan menarik perhatian mereka.
"Bagaimana caranya?" tanya Lyra, suaranya lembut namun penuh rasa ingin tahu. "Apa yang kamu gunakan untuk menggantikan aura sihir?"