Innocent Boy

Erwing
Chapter #1

Chapter 1 : Ayah Kejam

****

Perundunganadalah sebuah tindakan buruk yang secara tidak sengaja bisa dilakukan oleh siapa pun. Beberapa orang belum memahami dengan baik bahwa dampak dari mengucilkan seseorang sangat besar pengaruhnya terhadap korban. Salah satu mangsa dari perundungan adalah si kecil Agustus.

Hari masih pagi saat Agustus bersembunyi di samping rumahnya. Gus tinggal di sebuah desa terpencil di provinsi Sulawesi Selatan. Seperti desa pada umumnya, di sana jalanan belum di aspal, masih mengandalkan jalan setapak yang masih asri. Beberapa rerumputan hijau pun masih menghiasi pinggiran jalan.

Agustus masih bergeming dk tempatnya. Dia sudah memakai seragam sekolah tetapi tak ada niat sedikit pun untuk berangkat ke sekolah. Dengan tubuh bergetar, Gus bersandar di dinding kayu rumahnya itu. Ada beberapa lubang di papan tempat dia menopang kepala. Dia mengintip dari luar, Gus takut kalau-kalau ayahnya yang kasar mendapati dia tidak pergi sekolah.   

Ada banyak alasan mengapa Gus tak mau sekolah. Untuk anak seperti dia, begitu berat jika semua orang mengejeknya. Ketika lingkungan tidak menerima anak itu. Ketika orang lain memandang Agustus sebagai anak yang buruk.

Apa salah Agustus? Apa salah dia sampai semua orang mengejeknya sebagai banci kecil? Agustus tidak mengerti mengapa orang mengolok dia sebagai banci padahal dia sama sekali tidak pernah melakukan hal aneh. Dia tidak mencuri atau pun mengikat rambutnya dengan ikatan ekor kuda.

Langkah kaki terdengar di telinga Gus dengan gema yang cukup nyaring. Perlahan anak itu mendongak--melihat siapa yang datang. "Gus, kenapa kau tidak pergi sekolah?" Seorang anak gadis bertanya kepada dia. Beruntung, Gus merasa diberkati sebab yang menemukan dia bukanlah sang ayah.

"Aku--, aku tidak mau sekolah, Dani." Agustus mengucapkan kalimat itu setengah berbisik. Dia tidak mau orang lain mendengar obrolan mereka. Ramadani adalah sepupu Agustus. Lahir di bulan Ramadhan sampai diberi nama Ramadani. Dia seumuran dengan kakak Agustus, Juli.

Ramadani menatap Gus curiga. "Kenapa?" tanya Dani. Agustus menggeleng. Bagi Gus tak ada jawaban untuk pertanyaan kenapa. Hal yang paling memalukan adalah berbagi masalah pribadi. Dan Gus merasa malu jika mengemukakan alasan dia tak pergi sekolah.

Karena semua orang tidak ada yang memihak Gus, tidak ada yang mau peduli padanya. Semua orang lebih senang mengejek Gus daripada ber-empati. Orang-orang berpikir bahwa menyebut anak lelaki dengan panggilan banci adalah hal biasa. Namun sebenarnya itu masalah besar. Sangat menyakitkan setiap kali seseorang meremehkan julukan banci itu. Kata itu terlalu kasar untuk mendeskripsikan seseorang.

Dani mengangguk meskipun tak mengerti maksud sepupunya. "Tolong--, tolong bantu aku. Jangan beritahu Ayah jikalau aku ada di sini," pinta Gus dengan wajah memelas. "Baiklah." Dani tersenyum lalu beranjak meninggalkan sepupunya. Gus merasa bersyukur sebab Dani mau membantunya. Dia mengelus dada--merasa lega. Untuk saat ini, Tuhan masih berada di pihaknya. Gus duduk sambil menyandari dinding untuk kesekian kali. Tidak ada yang bisa dilakukan Gus selain menunggu sampai jam pulang sekolah.

Dari luar, Gus bisa mendengar ayah dan ibunya berbincang. Suara ayahnya lantang--begitu nyaring bagaikan petir. Hanya dengan mendengar suara itu, Gus sudah merasa begitu ngeri.

Lihat selengkapnya