Aksioma

Maria Veronica S
Chapter #22

Akhirnya Kamu Pulang Nak : Mulyadi

Pernahkah kalian merasa anak kalian tidak seperti anak kalian?

Namaku Mulyadi, laki-laki berusia 48 tahun, gemar main Facebook dan minum kopi lebih dari dua jam di Warung kopi temanku Sasno. Sebenarnya aku tidak mau cerita seperti ini, tapi apalah aku, laki-laki kesepian yang hidup hanya bersama puteriku tapi tidak tinggal bersamanya. Kalau bingung jangan tanya dulu, dengarkan saja dulu pasti kalian akan mengerti keadaanku yang naas ini.

Aku mempunyai anak perempuan. Namanya Safitri, dia cantik dan masih lajang. Kalau ada yang tertarik meminangnya silahkan datang ke rumah aku tunggu.

Lanjut, bisa dibilang dari seluruh wanita di muka bumi ini hanya ibuku dan almarhum isterikulah yang aku mengerti perasaannya di dunia ini. Sedangkan anakku, perasaannya misterius tidak tertebak seolah berubah sepanjang waktu. Dulu waktu kecil ia anak yang manis, ramah, periang dan dekat denganku. Namun saat remaja tingkahnya mulai berubah, ia mulai tidak suka aku menjemputnya ke sekolah, ia tidak suka ketika aku memberinya topi kerucut di hari ulang tahunnya, ia tidak pernah lagi menceritakan teman-temannya di sekolah, ia tidak tertawa lagi kala aku melucu pakai jokes bapak-bapak dari Facebook, singkatnya anakku mulai cuek kepadaku.

Aku berusaha memahaminya. Aku menanyakan ada barang apa yang ia inginkan di hari ulang tahunnya, tapi ia malah kesal dan mengatakan tidak seharusnya ayah menanyakan kado. Katanya seharusnya aku memberikannya kejutan. Jujur saja aku masih tidak mengerti di mana letak kesalahanku. Apa salahnya bertanya kepada anakmu dia mau diberi kado apa supaya tidak pusing mau belikan kado yang mana dan sesuai keinginannya.

Di ulang tahun berikutnya aku memberikannya kaos kaki bermotif sebanyak beberapa biji, dibungkus koran, korannya minta dari Sasno. Saat aku memberinya ia malah memasang wajah makin kesal dari tahun sebelumnya, begitu pula tahun-tahun berikutnya saat aku memberi kado kaos kaki dengan warna dan motif baru yang berbeda-beda. Apa sih sebenarnya salahku?

Isteriku dijemput duluan oleh maut. Isteriku memang sudah sakit-sakitan sejak dulu. Isteriku menderita sakit jantung dan sudah sering di rawat bolak-balik di rumah sakit. Di hari kematiannya aku benar-benar bodoh. Seminggu sebelumnya aku sudah melihat keadaan isteriku mulai memburuk, namun aku malah bersikeras mengambil pekerjaan di luar kota. Karena gaji tambahannya lumayan besar. Rencanyanya mau dipakai untuk mengajak isteri dan anakku tamasya keluarga.

Tadinya aku mengira isteriku hanya tidak enak badan saja, begitu juga dengan yang dikatakannya, makanya aku memberanikan diri untuk bekerja ke luar kota. Salahnya kala bekerja aku jarang menyalakan handphoneku, akibatnya saat Safira meneleponku beratus-ratus kali tidak ada satupun yang aku angkat. Saat aku pulang sama sekali tidak ada sambutan di rumah, menelepon kakak iparku juga dijawab seadanya. Safira terlihat enggan bertatap muka denganku. Sekalinya aku memanggilnya ia malah memberikan tatapan tajam kepadaku. Sekarang Safira membenciku. Aku ayah yang payah. Sungguh benar-benar payah.

Lihat selengkapnya