Kalau Safira tetangga Kanaya sebelah kanan, kalau gue sebelah kirinya. Semenjak kematian Kanaya dua minggu lalu Safira ngotot ngajak gue pindah dari kawasan ini. Dia bilang kawasan Savanna udah nggak aman lagi. Dia juga bilang terus-terusan mimpiin Kanaya. Dia rutin menceritakan mimpinya lewat chat setiap hari. Karena nggak nyaman gue pun rutin mematikan handphone gue saat bekerja.
Nggak berhasil menghubungi ke handphone, dia menguhubungi gue ke telepon perusahaan. Gue yang bekerja sebagai call center di salah satu perusahaan home shopping terpaksa harus mengubrisnya.
Gue : “Hallo ini Sunny Sky Home Shopping. Dengan siapa saya bicara?”
Kanaya : “Ini gue Tam.”
Gue mau mematikan sambungan.
Safira : “Please jangan tutup telepon gue.”
Gue nggak jadi matiin telepon.
Gue : “Apa ada yang bisa saya bantu, Bu?” ucap gue berpura-pura.
Safira : “Tam, Kanaya ada di sini. Gue takut. Please bantuin gue.”
Gue : “Maaf Bu, saya tidak mengerti apa yang ibu maksud. Bisa ibu jelaskan detail produk yang ingin ibu pesan?”
Safira : “Gue sumpah Tam. Dia di sini. Gue takut. Dari tadi dia gedor-gedor pintu kamar gue. Gue nggak berani buka. Tadi pagi dia juga nelepon gue. Tam kita harus pindah dari Savanna sekarang.”
Gue paham Safira merasa takut karena mengaku telah bertemu kanaya sebanyak tiga kali pada masa Kanaya hilang. Gue juga mengerti betapa terkejutnya dia saat tahu tetangganya itu sudah meninggal di hari mereka bertemu. Tapi Safira nggak harus mengila juga bukan? Kalau begini gue ngerasa diteror sama dia.
Gue : “Ouh begitu Bu. Kalau ibu sudah menentukan pilihan silakan telepon kami kembali. Terimakasih.” Ujar gue lalu segera memutuskan panggilan. Rasanya sekarang gue ingin membanting mouse komputer yang ada di tangan.
Lyorda teman sebelah gue melepaskan earphone yang bertengger di kepalanya, “Kenapa Tam? Kayaknya lo lagi kesel banget.”
“Iya, tadi ada pelanggan nelepon mau beli produk baru tapi masih prin plan mau milih yang mana.” Bohong gue dengan nada kesal untuk maksud yang lain.
“Sabar Tam. Emang udah begini kerjaan kita. Mending makan siang yuk!” ajaknya. Gue mengangguk.