Pagi yang cerah. Sepertinya akhir-akhir ini matahari datang lebih cepat. Karenanya jam enam lima belas menit hari sudah terang benderang.
Aku dan teman-teman berangkat ke sekolah ketika berpapasan dengan kakak-kakak mahasiswa yang sedang jogging. Ohya, ada Kak Arya juga diantara mereka.
Dengan kaos putih tipis, celana pendek hijau army, sepatu putih, rambut diikat dan peluh yang menetes di dahinya, membuat Kak Arya terlihat keren. Ya, setidaknya di mataku. Soalnya aku tak memperhatikan yang lain lebih detail.
Ini efeknya lebih dari sarapan pagi lauk ayam goreng plus minum susu. Aku berhayal! Minum susu dari mana? Bagiku itu menu langka dan istimewa yang bisa didapat paling sebulan sekali. Tapi asli, efek melihat Kak Arya ketika berangkat ke sekolah jauh membuatku lebih bersemangat.
Ketika aku bersemangat, aku jadi lebih bahagia. Sepertinya jadi lebih kebal menghadapi kenyataan-kenyataan yang kadang diluar harapan. Seperti ketika aku berpapasan dengan Bagas di depan kelas VIII. Teman-temanku memang sudah ke kelas lebih dulu. Soalnya Aku tadi ke kantor untuk menyerahkan pembayaran infak. Emak berkali-kali pesan kalau dikasih uang untuk bayar sekolah ya langsung dibayarkan pada Ibu Guru. Jangan sekali-kali mengambilnya untuk jajan. Cari uang enggak gampang. Aku harus kasihan sama Emak. Makanya dengan semangat 45 aku temui Bu Widi, wali kelasku yang juga mengajar SBK.
Menuju kelas, aku berpapasan dengan Bagas. Sepintas aku melihat dia membawa beberapa spidol. Mungkin dia piket hari ini dan harus mengisinya di kantor agar nanti siap digunakan. Tapi bukan itu masalahnya. Bagas menatapku tajam dan cepat-cepat membuang muka. Rasanya melihat tatapan matanya yang menyimpan kemarahan aku ingin berteriak, "Hei, aku enggak punya masalah sama kamu!" Tapi buat apa? Apa peduliku? Mungkin dia hanya sedang marah sendiri atau punya masalah di rumah barangkali, tapi aku kecipratan kejengkelannya. Lagi pula aku nggak kenapa-kenapa. Kan aku lagi bahagia.
Karena lagi gembira, efek ke pelajaran juga beda. Sepertinya beberapa pelajaran yang aku simak dan dengarkan dengan baik bisa masuk ke otakku. Serasa punya otak encer begitu. Ya, walaupun sih jangan dibandingkan juga dengan Deasy. Tapi bandingkannya dengan aku yang kemarin-kemarin sama sekali enggak paham apapun.
"Mit, ke kantin enggak?" tanya Ratna karena masih melihatku menytabilo beberapa bagian yang menurutku menjadi catatan penting.
"Penginnya, sih," sahutku seraya menutup buku. "Tapi temani aku ambil pengembalian di ruang TU, yuk!"
"Ambilnya nanti saja. Pulang dari kantin. Pakai uangku dulu kan bisa."
Jadilah aku dan Ratna menuju kantin. Benar saja, Deasy, Sari juga Ayu sudah menunggu kami di depan kelas ujung.
Tapi, Eh, lagi-lagi aku bertemu Bagas. Waktu aku antri bakso krikil, aku yang terakhir menuang kecap dan saos. Teman-temanku sudah lebih dulu mencari tempat duduk di dekat taman. Siapa juga yang perhatikan dia! Rasanya sewot banget dia ngomongnya.
"Nggak usah keganjenan, deh!"
Aku sampai tengak-tengok, barangkali di samping atau belakangku ada orang. Ternyata tidak ada siapa-siapa. Berarti kata-kata itu untukku? Lah, aku ganjen kenapa, coba?
Aku menoleh beberapa kali pada Bagas dengan perasaan bingung. Tapi, sudahlah. Mending menikmati bakso pedas bersama teman-teman.
Sejenak aku lupa perkataan Bagas. Apalagi Deasy bercerita kejadian lucu di kelasnya.
"Mit, aku tadi mendadak ingat kamu, soalnya kamu kan hobi ngelamun gitu. Nah tadi di kelas Bino kelihatan asyik sama dunianya. Dia enggak perhatikan pelajaran sama sekali waktu pelajaran sejarah. Akhirnya Pak Guru berjalan mendekati meja Bino. Ternyata oh ternyata, Bino lagi asyik gambar."
"Gambar apa, Deas?" potong Sari.
"Gambar manusia purba main band!" Deasy tertawa bersama Ratna juga Sari.
"Maksudnya?" Dahi Ayu berkerut-kerut.
"Kan setiap anak diberi lembar soal ujian tahun lalu. Aku lupa entah nomor berapa, ada soal materi manusia purba. Ada gambarnya. Nah, sama Bino gambarnya ditambah ada yang pakai gitar, pukul drum, main organ, pegang microfon ada sound sytemnya juga."
Nah, ngebayangin itu kamu tertawa enggak? Pasti tertawa kan? Tak hanya Deasy, Ayu juga cerita peristiwa di kelasnya. Gara-gara ada kadal masuk kelas dan ditangkap Kiki jadilah bumerang.
"Tadinya Kiki memasukkan kadal itu ke tas nya Mila. Mila nangis dong."