Aku Cinta Kamu

Viola khasturi
Chapter #10

BAB 9: Senin

Hari senin yang panas, kenapa tidak hujan lebat saja, sih. Repot, capek terkena panasnya matahari di lapangan berjemur untuk melakukan hal wajib di setiap senin pagi, yaitu upacara bendera. Dikta berjalan di tengah siswa siswi yang ramai sedang berjalan ke kelas masing-masing. Ia berbelok arah pergi ke kantin ingin membeli minuman dingin, ya... beginilah di senin pagi yang membosankan. Sama saja seperti senin yang lalu, enggak ada perubahan, sekali lagi sama saja.

Ia melihat Alif dan Putra yang sudah mencomot goreng saja di sana dengan santainya.

"Dikta, tadi kamu ke mana ha? Enggak ikut upacara, sembunyi di mana?"

"Enak aja, aku baris di kelas IPS 3, pas di tengah-tengah lapangan lagi. Tadi udah bel, ya langsung aja aku baris ngasal."

Dikta menunggu pesanan sambil mengambil goreng tahu di meja, lalu memakannya. Ia berbicara tentang pertandingan basket antar sekolah yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Sebenarnya anak kelas tiga tidak dianjurkan ikut, tapi supaya kesempatan menang lebih besar maka hanya ia dan Akbar yang diperbolehkan ikut tanding.

"Nanti pulang sekolah jadi latihan? Akbar aja sekarang masih di lapangan sama anak-anak mau bilang kalau nanti sore latihan." Ujar Alif.

"Orang-orang pada bingung, pak Ahmad aja bingung, sebenarnya ketua timnya siapa, sih. Muka Akbar melulu yang terpampang."

"Yee kan aku udah bilang, Alif atau lu aja yang ikut tanding dengan Akbar, tapi tetap aja aku yang maju."

Dikta meminum minuman dingin yang sudah tersaji di depannya, hampir setengah gelas besar. Ia akhir-akhir ini memang sudah jarang ikut latihan, palingan sebentar atau orang sudah pada bubar. Tapi kalau hanya sekedar main pasti ia ada, kalau latihan dengan timnya saja yang jarang. Memenangkan pertandingan basket kali ini adalah harapan semua tim termasuk dirinya dan pak Ahmad bahkan seluruh siswa di sekolahnya.

"Woi Dikta lu ke mana aja, sih? Aku terus yang mengarahkan tim, pak Ahmad udah sering nanya-nanya kamu di mana lho."

Akbar yang lagi berdiri di depan Dikta yang baru selesai berkumpul di lapangan, langsung mengeluarkan suaranya ketika melihat Dikta sedang duduk-duduk santai di kantin, dengan minuman dingin di tangannya.

"Enggak nampak nih aku nih di sini, lagi pula kan ketua timnya lu, udah diganti kan?"

"Jangan main-main deh Dikta, pesan lu semalam yang bilang nanti sore latihan udah kubilang ke yang lain, jangan sampai malah lu pula yang ngilang"

"Iya-Iya... siap pak ketua."

Ya beginilah Dikta yang terlalu santai, tak terlalu memikirkan apa-apa yang akan terjadi. Ia yang terlalu malas untuk memusingkan masalah, yang sebenarnya itulah yang membuatnya semakin rumit. Ia memikirkan kejadian semalam, di waktu mengantar Vian pulang dari Jalan-jalan sore dan itu pertama kalinya ia pergi jalan-jalan dengan Vian.

Waktu itu Vian tiba-tiba bilang, kadang hidup ini sangat memyebalkan, ya. Belok-belok yang ternyata di depan sana ada jurang. Ia hanya menjawabnya dengan dua kata 'ya... hidup.' Ya bener inilah hidup, dan ia hanya ingin hidup sekali dengan tenang dan cinta di hidupnya. Ia ingin Vian membalasnya, dan ini memang sudah jelas, ia sudah terlalu jauh, dan jalannya yang juga masih panjang. Mending mengharapkan hal-hal yang nyata di umur kita sekarang, Dikta. Ujar Vian, memandangnya.

"Woi Dikta, malah termenung. Mikirin apa?"

"Enggak ada, ayok lah ke kelas, udah jam berapa nih."

"Dari tadi, dari tadi aku bilang, kamu dari tadi ke mana. ayok lah sekarang jamnya pak Adi, bisa-bisa kita dihukum lagi." Ujar Akbar.

"Hahaa berat banget nampaknya beban anak muda ini." Ucap Alif, sambil berjalan keluar kantin menuju kelas. Dikta hanya diam dan langsung bangkit dari bangkunya.

"Mampus, itu pak Adi udah di lapangan aja dia." Ucap Putra. Yang membuat mereka langsung berjalan tergesa-gesa, pokoknya jangan sampai pak Adi yang deluan sampai, harus mereka lah yang sampai deluan ke kelas, kalau tidak, habis sudah.

***

"Vian, ini udah selesai PR matematika kamu, katanya semalam enggak paham, ini udah selesai aja, gimana sih."

"Ya... itu kan semalam, kalau sekarang aku udah paham, makanya selesai."

"Gimana caranya Vian, ajarin dong? Emang dari mana kamu belajar, bisa-bisa langsung paham dalam semalam."

Lihat selengkapnya