Vian baru sampai ke rumah, ia melihat motor yang gak asing terparkir di depan rumah, ia merasa pernah melihatnya. Ia masuk ke dalam rumah, yang langsung disambut oleh anak laki-laki, Bian. Dengan masih memakai baju seragam SMP. Anak laki-laki itu tersenyum ke arahnya dengan manis, membuat Vian mau enggak mau membalas senyuman itu dengan sopan.
"Hai kak, kakak baru pulang sekolah, ya?"
"Ooo Hai Bian, iya nih baru pulang. Fika mana?"
"Fika lagi di dalam kak, mungkin lagi ganti baju. Aku emang sengaja mampir sebentar ingin bertemu dengan kakak lho, akhirnya yang ditunggu-tunggu pulang juga."
Vian menaikkan alisnya bingung, ngapain nih Bian mencarinya, lihatlah senyum laki-laki yang semakin lebar itu, aneh banget.
"Ehh kenapa Bian, ada masalah apa?"
"Duduk dulu kak, enggak baik ngomong sambil berdiri apa lagi di depan pintu."
Vian pun hanya menatap Bian, teman sekelas Fika ini dengan mengernyitkan dahi. Ada apa sebenarnya, apa ada masalah mengenai adiknya Fika.
"Kakak kenal bang Dikta, enggak?" Ujarnya tiba-tiba.
"Bang Dikta sekolahnya di SMA Nusa Bangsa tetanggaan dengan kakak, dia juga kelas 3. Kakak sekolah di SMA 8, kan?"
Dikta, Dikta yang mana, apa nama Dikta cuma satu, atau ada Dikta yang lainnya. Dikta yang akhir-akhir ini masuk ke hidupnya bahkan terkadang menganggu pikirannya.
"Dikta Pratama?"
"Iya benar, berarti kakak kenal kan?" Vian hanya mengangguk, sambil mengernyitkan alisnya, ngapain Bian nanya Dikta.
"Gini kak, kakak jangan mau dekat sama Dikta itu, dia itu anaknya enggak menepati janji, dia ngomong ini, padahal udah janji lho, tapi dia mengingkari."
"Setelah itu dia laki-laki cuek bebek, sekalinya ngomong omongannya besar, tapi nol besar. Jadi kakak hati-hati ya, sama abang saya itu."
Apa, abangnya. Vian kaget mendengarnya, rasa-rasanya tidak mungkin.
"Kamu adeknya Dikta?" Ujar Vian kurang percaya.
"Iya kak, ngapain saya bohong."
Vian merasa aneh, kenapa Bian malah menceritakan kejelekan abangnya. Ia melihat wajah laki-laki di depannya, mencari-cari apakah ada kemiripan diantara Dikta dan Bian, yang katanya kakak beradik ini. Ia juga berpikir sepertinya sifat kakak beradik ini hampir-hampir mirip.
"Kenapa kamu tiba-tiba membahas Dikta, dan semua sifat jeleknya." Ujar Vian cukup lucu.
"Aku mau mengingatkan kakak saja."
Vian hanya tersenyum, ya.. ia akan mengingatnya, bahwa Dikta masih kekanak-kanakan belum terlalu dewasa. Di depannya saja Dikta sok tenang dan bijak.
"Lagi ngomongin apa nih."
"Lama banget Fika, ganti baju doang." Ujar Bian, melihat Fika.
"Abang kamu hari ini sekolah enggak?" Tanya Vian, yang tiba-tiba teringat.