"Apa kamu mau jadi pacar aku, Vian?"
"Haa apa?" Ucap Vian bingung.
Vian sangat kaget mendengarnya, apa telinganya lagi bermasalah atau gimana. Ada apa dengan Dikta, apa sih yang dia katakan. Sungguh, ini sangat mengejutkan bagi Vian. Ditambah wajah Dikta yang begitu serius, membuatnya mau gak mau menjadi kaku di tempatnya.
"Apa kamu mau jadi PACAR aku, Vian?", sambil menekan kata pacar di kata-katanya.
"Kamu sakit haa?" Ucap vian cukup keras.
"Dengar aku sekarang ga sakit, dan masih waras kalo kamu berpikir aku gila juga sekarang."
Vian yang mendengarnya pun gak mengerti, kenapa dia menjadi ngotot begitu. Sungguh Vian merasa sangat bingung dan ingin kabur sekarang. Lebih baik ia pergi saja dari sini, pikir Vian memberitahu. Vian langsung berbalik badan ingin kabur, tapi pergelangan tangannya langsung ditahan oleh dikta.
"Mau kemana? jawab pertanyaan aku dulu."
Vian mengerutkan kening melihat tangannya, yang dipegang oleh dikta dengan erat. "lepas!!" Sambil menarik tangannya dari tangan dikta yang besar dan hangat itu.
"Dengar, aku gak mau jadi pacar kamu," ucap Vian akhirnya.
Dikta menatap mata Vian dalam, yang membuat Vian sangat gugup ditatap seperti itu. "Kenapa?" Tanyanya.
Vian terdiam mendengar pertanyaan Dikta yang begitu dingin kepadanya. Ini orang kenapa sih, Vian melihat ke kiri dan ke kanan, ia ingin pergi dari sini secepatnya. Dengan cepat, Vian langsung berbalik badan lalu berlari meninggalkan Dikta. Dan ternyata Dikta mengikutinya dari belakang dengan langkah lebarnya. Tanpa sadar, Vian berlari kencang seperti dikejar-kejar makhluk halus, meninggalkan Dikta yang masih saja terus mengikutinya.
Vian terus berlari, tujuannya ingin ke kelas, tapi ketika Vian sudah sampai di depan pintu, Dikta memanggilnya dengan keras.
"Vian tunggu!"
Dikta berhasil menahan pergelangan tangan vian lagi.
"Aku belum selesai ngomong, Kenapa sih kamu lari-lari, kalau jatuh gimana?"
Vian langsung ternganga mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya Dikta dan dia kelihatan seperti marah. Vian mencoba melirik ke dalam kelas ternyata kelas masih kosong, untung saja pikir Vian. Vian kembali menatap orang yang ada di depannya ini, ternyata Dikta masih menatap ke arahnya, tatapannya begitu dalam, yang mampu membuatnya menjadi gugup. Dan tangan Dikta masih memegang pergelangan tangannya.
"Aduh, ini kenapa lagi? Ada apa dengannya?" Batin Vian.
Vian baru sadar kelas memang kosong, tapi di luar ada beberapa orang lalu lalang dan mereka melirik kami berdua. Ntah apa pemikiran orang saat ini, dan Vian tidak peduli apa yang dipikirkan mereka.