Vita ga habis pikir dengan teman dekat dan sebangkunya ini, Vian malah melamun sendiri gak jelas, di dalam kelas yang kosong. Dan mukanya yang tampak lesu, tak bertenaga.
"Vian, kenapa ga datang lagi ke kantin? Malah melamun di sini."
"Vian? Kamu kerasukan." Teriak Vita cukup keras, ia merasa aneh dengan Vian, yang malah diam seperti patung.
"Apa sih Vita, bisa diam gak sih."
Vita hanya ternganga mendengar ucapan Vian. "Katanya mau ambil duit, tapi ga balek-balek lagi, gimana sih?" kata Vita, yang mencoba untuk sabar, karna dari tadi ia udah sangat kesal.
Dengan langkah kaki yang begitu lebar, sambil menghentak-hentakkan kaki itu, tiba-tiba dari belakang tubuh Vita datang si Riko dengan wajah, yang gak kalah super kesal dari wajahnya Vita.
"Memang ya Vian aku yang jadi imbasnya sama Vita. Nih nasi goreng kamu." Ujar Riko teman sekelas Vian, sambil menyodorkan nasi goreng ke arah Vian.
"Jangan lupa ganti duitku Vian, itu pake duitku," ucap Riko lagi.
"Iya, kapan-kapan," ujar Vian malas.
"Apaa! ga ada kapan-kapan, bayar sekarang."
"Menolong orang tu jangan setengah hati, nih ambil," sambil menyodorkan duit lima ribu ke Riko.
"Dasar Bukannya ngucapin terimakasih, dan ini lagi, Vita. Minta tolong sama orang bukannya berkata lemah lembut malah maksa, ngotot pula lagi."
"Diam berisik", kata Vita, yang udah duduk di bangkunya.
"Apa salah hambamu ini, ya allah", Ucap Riko sambil berjalan ke tempat duduknya. Yang memilih tidak menyambung pembicaraan yang penuh emosi ini.
"Vian kenapa sih ga datang lagi ke kantin?"
"Tadi ada, Dikta."
"Terus kenapa emangnya, dia ngomong apa?"
"Gak tau, aku juga gak ngerti apa yang dikatakannya."
"Dasar aneh, bisa pula gak ngerti".
"Dah la gak usah dibahas" ucap Vian lirih.
"Ini pendapat aku ya Vian, kayaknya Dikta suka deh sama kamu."
Vian langsung tersedak mendengar ucapan Vita, padahal ia sedang fokus memakan nasi goreng. Ia pun kembali teringat kata-kata Dikta tadi, tatapan matanya. Gimana nanti jika ia ketemu dengan Dikta, apa yang harus ia lakukan, katakan, sungguh Vian bingung.
"Vian pelan-pelan dong makannya. kamu kenapa sih, kok hari ini kamu banyak melamun."
"Gak ada, kepalaku cuma agak pusing".
"Kamu sakit? ya udah cepat habisin nasi gorengnya, sebelum pak Amin datang."
Vian hanya menganggukkan kepalanya. Dan melanjutkan memakan nasi goreng, dengan pelan. Rasanya selera makannya udah menguap ntah kemana. Hari ini benar-benar menguras tenaga karna berlarian menuju kelasnya, yang seperti pelari profesional itu sangat-sangat melelahkan. Belum lagi pikirannya, yang terus memikirkan kata-kata dan sikap Dikta tadi. Vian makan sambil melamun, sampai-sampai pak Amin yang baru datang gak disadari oleh Vian. Ia masih asik makan dengan pak Amin udah berdiri tepat di depannya. Vita menyenggol sikunya, yang membuat Vian langsung tersadar dan langsung nyengir menahan malu.
Setelah jam pelajaran pak Amin selesai, yang membuat kepala menjadi pusing tujuh keliling. Pelajaran yang gak akan bisa berteman baik dengan Vian. Akhirnya yang paling ditunggu-tunggu datang juga, yaitu pulang. Pak Amin sudah keluar kelas dari tadi.