Hari mulai gelap, suara ngaji di masjid-masjid sangat jelas kedengaran. Sekarang sudah menunjukkan pukul enam sore dan Vian baru saja sampai ke rumahnya. Hampir satu jam lebih Vian dan Dikta terjebak hujan di danau tadi. Sekarang aja, rintik-rintik hujan masih terasa jatuh dari atas menyentuh kulit. Belum lagi angin yang berhembus, membuat badan terasa semakin menggigil.
"Maaf ya Vian, udah mau magrib baru bisa pulang" Kata Dikta, sambil turun dari motornya.
"Hmm ... mau gimana lagi, tapi gapapa lah."
"Mama kamu di dalam, kan? aku mau ketemu." Ucap Dikta sambil terus berjalan ke arah rumah Vian.
"Ehh ngapain?" Tanya Vian sambil menghalangi langkahnya Dikta.
"Yaa ... aku mau minta maaf sama mama kamu, aku bawa anaknya terlalu lama, mama kamu pasti khawatir, kan."
"Iya, tapi kan tadi udah ditelpon, mama pasti ngerti kok."
"Kamu kenapa, sih? cuma sebentar aja, gak lama aku ngomongnya." Jawab Dikta yang masih kekeh ingin ketemu mama Vian.
Pintu rumah Vian tiba-tiba terbuka dari dalam. Dan ternyata mama Vian yang sedang memegang sapu yang telah membukanya. Dan langsung saja, setelah melihat Vian, mama Vian memanggil anaknya untuk cepat masuk ke dalam rumah. Tapi, setelah itu, mama Vian malah meletakkan sapunya dan berjalan menghampiri Vian dan Dikta.
"Ehh ini Dikta, kan?", tanya mama Vian yang sudah berdiri tepat di depan Dikta.
"Iya tante," ucap Dikta, tersenyum. Sambil menyalami tangan mamanya Vian.
"Maaf ya tante, pulangnya lama. Karna tadi hujan, jadi tunggu reda dulu."
"Gapapa Dikta, Vian nya juga, gak ngabarin dari awal. Handphonenya juga gak bisa dihubungi", jawab mama Vian sambil melirik ke arah Vian. Yang dari tadi Vian hanya diam, sambil memperhatikan interaksi mamanya dengan Dikta.
Mendengar perkataan mamanya dan tak lupa lirikan sinis itu pun, Vian masih betah dengan diamnya. Namun, ia mendumel di dalam hati. 'Selalu aku yang disalahin, padahal orang di depannya ini yang salah.'
Melihat muka Vian yang udah sangat cemberut, Dikta pun tersenyum tertahan melihatnya.
"Gak salah Vian kok tante, Dikta tadi ngajak Vian nya tiba-tiba. Perginya ke danau pula, sampai di sana udah mau hujan."
"Iya Dikta, lain kali kalau mau pergi ke tempat yang rumayan jauh, jangan waktu pulang sekolah, hari libur kan bisa."
"Hehe, maaf tante. Lain kali Dikta pasti izin dulu kalau mau bawa anak tante," Jawab Dikta, sambil menggaruk tengkuknya, yang sama sekali tidak gatal, ia merasa bersalah sekarang.
"Iya gapapa. Mau masuk dulu, Dikta? Biar tante buatkan teh hangat." ajak mama vian
"Gak usah maa, udah mau magrib, pasti Dikta udah ditungguin juga di rumahnya." Ucap vian secara tiba-tiba, setelah mendengar, perkataan mamanya itu. Dari tadi Vian hanya bungkam, dan hanya menyimak dalam diam tanpa mau mengeluarkan suara, tapi setelah ia mendengar ucapan mamanya, langsung saja ia bicara, karna tidak setuju. Vian pun melirik ke arah dikta, sambil memberikan kode untuk menolak ajakan mamanya itu.
"Iya tante, udah mau magrib. Besok-besok pasti Dikta main ke sini."
"Oo ya udah, kamu hati-hati ya, pulangnya," ucap mama Vian, dan pergi ke dalam rumah, meninggalkan Dikta dan Vian. Tak lupa ia membawa sapu yang tadi ia letakkan di teras rumah.
"Vian, aku pulang dulu ya." Ucap Dikta sambil tersenyum.
"Iya, hati-hati."