Bel pulang telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Kelas tadinya penuh, sekarang hanya tinggal empat orang saja. Dikta masih duduk di tempat duduknya di dalam kelas bersama temannya, yang hari ini berubah menjadi cerewat. Mereka lagi membicarakan Dikta yang akhir-akhir ini berubah menjadi aneh.
Gimana teman-temannya gak heran, setiap pulang sekolah mereka yang biasanya mengajak Dikta untuk main basket, tapi Dikta selalu menolak. Padahal sebelumnya dia gak pernah menolak, malah Dikta yang paling semangat karna memang basket adalah olahraga favoritnya. Belum lagi terkadang di waktu jam istirahat, Dikta selalu ngilang seperti ditelan bumi, dicari di setiap penjuru sekolah tapi selalu gak ketemu. Waktu Dikta udah kelihatan, dia selalu ngos-ngosan kayak habis dikejar-kejar anjing.
"Eeh kalian ni gak usah kepo, deh," ujar Dikta yang dari tadi udah mulai jengah mendengar perkataan temannya itu.
"Kamu kenapa, aku dah tau, kamu pasti ke sekolah sebelah, kan? Cerita dong Dikta, siapa ceweknya?" kata Akbar, yang udah gak sabaran melihat Dikta dari tadi hanya diam.
"Udah lah ... Dikta udah gede, apalagi kalian sadar gak, dia sekarang udah mulai berubah, contohnya sombongnya udah mulai berkurang," Ucap Alif.
"Siapa yang sombong, kalian kali" ujar Dikta. Ia gak terima dibilang sombong. Beginilah teman-temannya yang memiliki sikap kepo akut, yang begitu menyebalkan.
Dikta pun langsung keluar kelas, setelah mengatakan itu. Sebenarnya ia udah pernah cerita dengan Alif, temannya dari SMP. Berbeda dengan Akbar dan Putra, mereka saling mengenal dan berteman akrab di saat baru masuk SMA. Waktu itu, Dikta cuma bilang ke Alif, ia sedang tertarik dengan seorang perempuan yang bersekolah di SMA 8, yang sekolahnya bertetanggaan dengan mereka.
Melihat Dikta keluar kelas, dengan langkah terburu-buru. Alif pun segera mengikutinya disusul Akbar dan Putra. Alif memukul pundak Dikta pelan, lalu merangkulnya dengan senyuman di wajahnya.
"Gak usah ngambek juga kali, kayak cewek aja," kata Alif. Disusul tawa Akbar dan Putra.
Mendengar itu Dikta membuang napas kasar dan mendengus sebal. Memang akhir-akhir ini ia sering kali jadi bahan tertawaan.
"Woi ... siapa yang ngambek, kalian tu aja udah kayak emak-emak menggosip mulu," jawab Dikta dongkol.
Mereka tertawa-tawa melihat muka Dikta yang mulai merah, menahan kesal. Dikta diserbu argumen-argumen gak penting, yang bagi temannya sangat lucu membuat mereka tertawa bahagia. Namun, baginya gak sama sekali.
"Ya udah, aku pergi dulu. Kalian yang jomblo langsung pulang ke rumah masing-masing sana." Ucap Dikta sangat pede, sambil tersenyum terpaksa ke arah teman-temannya itu.
"Ya elah, belum juga jadian, kamu jangan kebanyakan mimpi deh" ucap Alif.
"Doain aja," yang udah siap-siap untuk melajukan motornya.
"Kayaknya kamu tau Al, siapa nama cewek nya Al?" Tanya putra ke Alif.
"Namanya aku gak tau, tapi Dikta sepertinya menyukai perempuan itu," sambil mengedip-ngedipkan matanya ke Dikta.
Melihat itu, Dikta hanya memutar matanya malas. "Ya udah aku pergi dulu, kalau nanti aku sampai batuk-batuk pasti kalian semua lagi ceritain aku." Setelah itu, ia langsung melajukan motornya, meninggalkan sekolahnya dan teman-temannya yang sepertinya tidak akan pulang, karna masih akan ada ekskul. Sebenarnya untuk anak kelas tiga gak perlu mengikuti ekskul, tapi karna sebentar lagi ada pertandingan antar sekolah, yang membuat teman-temannya menjadi pemandu atau pembimbing adek kelas yang akan mengikuti pertandingan. Dan dirinya hari ini izin tidak bisa ikut, sebenarnya udah beberapa hari ini ia gak pernah ikut, tapi ya sudah lah. Mau ada dirinya atau enggak kan' sama saja, mungkin.