Mata elangku mengintip di balik jendela yang tertutup tirai coklat. Aku memandang dengan wajah sayu. Diam-diam kuperhatikan satu persatu kawan-kawan masa kecilku yang sedang berdoa di luar. Mereka teramat khusyuk Membaca hafalan surat Yasin teruntuk kawannya yang sering meminjamkan bola plastiknya. Anak-anak Surya berkumpul di teras depan. Kulihat Bang, Beng, Al yang sedang termenung. Gang Suryana yang mengaji. Dan kulihat Tio yang bermuram durja. Tio begitu kecewa, Aku sudah menjanjikannya bahwa Hilal akan kembali bersekolah di SMP yang sama dengannya, nyatanya dia malah memilih terkubur ke makam di dekat ayahnya. Janjinya tak direstui takdir.
"Mamah perhatikan, semenjak Ade meninggal kamu tak pernah bergaul lagi sama si Rian, Ahmad, dan anak Suryalaya lainnya. Kenapa? Apa ada masalah?"
Aku menggigit bibir bawahku, lalu memutar pelan bola mataku. "Sebentar lagi aku SMA, Mah. Gak ada waktu untuk bermain-main. Dunia sudah mempermainkan ku, ini saatnya aku serius dalam hidup."
"Mah, ada apa dengan ibunya Putri?" Aku menatap sayu. Aku terlalu galau, tak kutemui ibunda kekasih kesayangan si jenat.
"Mamahnya datang tuk turut berbelasungkawa, dan bercerita tentang Putri dan sahabat-sahabatnya si jenat."
"Ceritakan padaku."
"Setelah Ade meninggal, Putri teramat begitu kehilangan — Ade dan Maman juga. Mereka menangis histeris, tak terima akan kematian Hilal yang mendadak. Putri bahkan sampai mengurung diri berhari-hari di kamar, malas makan, malas hidup. Hatinya teringat terus ama almarhum. Waktunya terbuang untuk nostalgia. Putri ingat moment ketika Hilal mentraktirnya di kantin, mengirim SMS memuji cantiknya, dan hari di mana mereka saling pandang dan mulai jatuh cinta."
"Jadi... Putrinya ada?"
Mamah menggeleng. "Hanya Mamah dan Ayahnya saja. Putri masih terkurung dalam kamarnya."
Sampai sekarang, aku tak pernah bertemu dan tak pernah tahu seperti apa wajahnya Putri, begitu pun Ade dan Maman. Yang kutahu hanyalah kesedihannya saja.
Aku baru tahu. Ternyata kehilangan itu memiliki rasa. Ada yang bilang rasanya pahit seperti dark chocolate, pedih seperti dirajam, keruh seperti sungai Citarum, atau terasa hambar seperti yang kurasakan. Kehilangan dan kesedihan buat orang amnesia, lupa bagaimana caranya jadi manusia yang benar.
Sebulan kemudian
Dalam ruang kamarku, aku menikmati kesendirian, ditemani oleh nyamuk-nyamuk nakal dan Ariel Peterpan yang teramat sudi bersenandung merdu di dalam speaker ponsel LG KE770 Shine milikku. Ariel mengajarkanku bahwasanya "Tak Ada Yang Abadi" di dunia ini — kecuali luka. Di lagu "Semua Tentang Kita" dia mengajarkan bahwasanya selalu ada kenangan dalam sebuah kehilangan.
" Ada cerita tentang aku dan dia
Dan kita bersama saat dulu kala
Ada cerita tentang masa yang indah
Saat kita berduka, saat kita tertawa"
Penggalan-penggalan liriknya begitu mantap menjadi kawan dalam kegalauan.
Selain album biru, lukisan, dan coretan adalah seni mengabadikan kenangan. Di atas sebuah dinding biru yang retak, ada sketsa penuh warna yang melukiskan memory lamaku. Tertata dengan indah , di samping poster Naruto seribuan, dan sticker Bobotoh Persib yang berserakan. Karyaku tak serumit Monalisa karya Da Vinci, hanya akulah yang paham siapa orang-orang istimewa yang ku gambar itu.
" Senyum sendu kembali berkibar kala melihat nostalgia dalam karya. Sebuah gambar di atas karton putih yang ku gambar dengan pensil 2B, lalu diguyur oleh warna-warni crayon yang sukses menyampaikan rasaku. Di mana cita dan cinta masih bergemuruh deras dalam diriku, menimbun koyakan-koyakan luka di palung hati yang paling dalam. Di sana kuabadikan sosok-sosok penting dalam masa kecilku. Di sebuah Taman Firdaus, kerabat dan sahabat berkumpul dalam sejahtera. Mereka berdiri di atas taman yang hijau, berpose dengan gayanya masing-masing. Ada mentari teduh di atasnya, seolah-olah gembira akan berpijar selamanya.
"Ah, aku masih ingat, Adikku pun pernah melakukan ha yang serupa."
20 Mei 2009, Malam Hari.
Malam itu, dua bocah yatim pemimpi sibuk berkhayal tentang tekad bulatnya yang berencana menghapus kemiskinan dengan mimpi-mimpi mereka. Di atas sebuah ranjang kapuk yang keras, kita bersandar sambil bersikeras membicarakan banyak hal. Jadi apa kala kita besar, nostalgia masa kecil, hingga sosok gadis yang kita sukai. Hilal percaya suara merdunya bisa menghanyutkan fansnya, terbang ke Neverland melayang bersama Peterpan. Aku percaya gambar dan tulisanku bisa menyihir pembaca laksana tongkat ajaib Harry Potter. Kita begitu bebas, lepas, dan jujur bicara soal impian, tanpa tahu bahwa asa yang terlampau indah bisa membawa luka, getir dan khawatir.
"Lal, kamu yakin mau pindah sekolah? Katanya, kamu lagi dekat sama cewek?"
Tatapannya begitu kosong. "Aku yakin, A. Cintaku pada Mamah jauh lebih penting daripada cinta monyet. Lagian, Ade mah tampan. Pasti mudah, dapat cewek di sekolah baru." Dia menyeringai, menaikan sebelah alisnya dengan tengil.
"Memangnya, kamu tak Cinta pada Putri?"
"Aku ini hanya anak kecil, A.* Hilal menghele nafas. "Cintaku mungkin kuat melawan jarak. Namun, nafsu, ego sama logika belum tentu tangguh melaluinya. Lebih baik aku menghilang pelan-pelang, dan merelekan dia menemukan cintanya yang baru."
"Puitis banget, hobi nonton sinetron Cinderella, ya?" "Mana uwjan, gaada, owjek, bwecek. " Kutitukan kata-katanya Cinta Laura yang nyentrik.
"A, di SMP Kupu-kupu kamu suka siapa?" Hilal menatap sendu, mengalihkan dunianya dari Putri.
Aku memalingkan wajahku, dan menimbun rahasiaku. "Yang jelas aku suka betina, mustahil rasanya menaksir seorang guru."
"Kalau gurunya secantik Nikita Willy pasti kita langsung menaksirnya."
"Kalau itu jangan di tanya. Gini-gini aing womanizer dan sapioseksual."
"Hah, kamu doyan sama sapi? Gimana cara kawinnya?" Hilal tertawa.
"Bukan Dek, Sapioseksual tuh lelaki berkelas yang cinta akan intelektualitas. Percuma kalo cantik, tapi makannya pakai kaki, mikirnya modal dengkul, dan kerjanya cuma ngorok sambil tidur berjalan —ngaduk-ngaduk comberan jam tiga pagi."
Dulu, Nikita bukanlah Ratu Iklan berparas glamor yang pandai bermain pole dance dengan gesturenya yang lentur. Sosok yang kusuka adalah sosok yang diperankannya, Ratu Pelangi, selebriti cantik yang pemalu di serial Ratu Malu Dan Jenderal Kancil. Sosoknya yang cantik, dan cerdik jadi daya pikat bocah ingusan pada masanya. Saking istimewanya, dia bagaikan sendal diskonan yang emak-emak ributkan di awal dan tutup tahun. She is adorable. Saking istimewanya, aku berkata, "Kamu boleh ambil Ratu Jinny yang bawel, Cinderella yang cengeng atau Putri Ariel yang keteknya bau ikan asin. Namun, Ratu Pelangi hanya boleh jadi milikku, hari ini, esok, atau nanti."