Polemik Kehidupan Dibalik Keceriaan

EMERENCIA
Chapter #3

Dilema

Arhhh. Ternyata niatku hanya dianggap candaan oleh Winny. Ternyata tidak ada temennya yang mau resign. Tapi dengan rasa tanggung jawab,dia tetep mengenalkanku dengan Dea (temen Winny penjaga toko) dan aku mulai berbincang dengan Dea,dan mengutarakan niatku untuk bekerja apa saja ditoko ini agar aku tak pengangguran dan bisa bertahan hidup dikota ini. Tidak juga berhasil hari itu. Sembari menunggu jawaban panggilan dari toko. Winny mengajakku berkeliling kota dan mendatangin rumah makan yang tekenal dengan nasi gorengnya yang murah meriah tapi bukan murahan. Pengunjung disini gak pernah sepi. Kata Winny. Oh gtu yah, emang spesialnya apa,kataku. Rumah makan ini adalah langganan aku, terkenal dengan nasi gorengnya yang maknyusss. Dan harganya lumayanlah buat standart anak kos-kosan kaya aku. kata Winny. Akhirnya Winny yang mulai pembicaraan ke ibu pemilik rumah makannya. "bu,disini butuh karyawan gak? Tukang cuci piring atau apa bu ..temen saya lagi butuh kerjaan biar bisa kuliah seperti saya. Si Ibu meliat raut wajah kami memastikan kami anak-anak baik bukan berandalan. Siibu bertanya padaku..kamu kenapa pengen kuliah? Saya masih pengen belajar bu. Saya ingin merasakan bangku kuliah. Kelak saya lulus saya ingin berkerja lebih layak, agar menjadi pembuktian pada ayah dan ibu saya dan sekitar saya kalau saya BISA.. saya MAMPU bersaing secara sehat dikota. Agar orang -orang sekitar saya, tak memandang sebelah mata ayah dan ibuku. Yah..bener saja dengan ucapan itu membuat siibu tanpa lama-lama langsung bilang. "Yawuda kamu cuci piring yah disini. Gajinya kecil.kerjaannya rumit." Gapapa bu jawabku. Dan aku mulai bekerja sebagai tukang cuci piring di rumah makan itu. 3 bulan kemudian ada pengumuman pembukaan penerimaan mahasiswa baru di Kampus-kampus negeri. Dan Winny memberitahuku dan memberikanku kesempatan untuk bareng dengan dia kemana-mana, untuk daftar kampus yang sedang melakukan seleksi. Karna Winny lebih berpengalaman aku nurut saja. Menurutku Kuliah dimana saja sama ajah, yang penting niatnya kuliah. Bukan main-main. Akhirnya kami coba dua kampus. Dan beli formulir sebagai Syarat Untuk bisa ujian. Dan dengan melewati berbagai proses akhirnya pada saat bersamaan dua kampus itu menyatakan aku LULUS dan menerimaku sebagai salah satu mahasiswa satu dibidang pariwisata satu lagi dibidang Teknik. Dan akhirnya karna dilema dan diuber waktu registrasi ulang. Akhirnya aku memilih Kampus Teknik. Dan berharap peluang beasiswa jauh lebih besar disana, dari beberapa informasi yang kami dapat dari bagian akademiknya. Dan setelah aku diterima dikampus itu masih ada beberapa waktu menunggu sebelum waktunya masa orientasi mahasiswa. Ternyata Ayahku merasa gundah gelisah memikirkan keberadaanku yang kurahasiakan dari mereka. Tapi Ayahku bukanlah orang yang gampang menyerah, lewat jaringan teman-temannya diseluruh nusantara..akhirnya sampailah berita keberadaanku ke Ayahku lewat orang yang pernah melihatku berkeliaran dikota itu. Akhirnya Ayahku datang dengan usaha yang keras dia sampai ditempatku. Dan langsung spontan memelukku dan menangis menahan rasa rindunya. Tapi aku Saat itu diam saja. Karna masih merasa bahwa aku mau buktikan kalau aku yang kalian sia-siakan bisa berjuang. (walau dalam hati menangis pilu tak tega). Akhirnya Ayahku mengutarakan keinginannya agar aku balik kekampung. Dan kalaupun mau kuliah yah gapapa. Ayah akan berusaha cari uangnya. Ayahku merasa bersalah dan aku tau itu. Ayahku adalah orang yang tidak pernah menunjukkan rasa marahnya ke kami keluarganya. Dia hanya bisa diam saat ibuku harus bertabuh genderang denganku. Ayahku berkata " Nak..pulanglah..kita akan cari jalan keluar nya agar kamu bisa kuliah." gak Yah. Ayah pulang ajah. Aku gak mau pulang. Belum saatnya.Jawabku. Ayahku menangis menahan pilunya dan berkata.."Nak..jangan hiraukan kata-kata Ibumu yang setajam pisau kala itu..itu karna ibumu juga sedang bingung darimana uang untuk menguliahkanmu nantinya, kalo kamu di terima di universitas. Takut ditengah jalan putus karna masalah biaya . Maafkanlah ibumu nak..karna ini pure kesalahan Ayah. Ayahlah yang bertanggung jawab untuk semuanya. Ayahku terdiam.

Sudahlah yah..gak usah buka luma lama..aku uda ikhlaskan semuanya. Aku juga sudah diterima dikampus negeri yah. Nanti kalo sudah jadi orang berhasil aku pulang. Aku sudah tak lagi mengingat kepahitan yang terjadi. Aku ingin lanjutkan hidupku dengan damai tanpa ada yang mengusik layaknya badai,celotehku. Ayahku langsung memelukku dan kami menyempatkan makan bersama ..sesekali aku melihat raut wajahnya yang semakin menua..dan rambutnya yang mulai memutih. Sungguh perihnya. Belum bisa berikan yang terbaik. Namun aku berjanji,dua adikku tak akan mengalami hal serupa denganku. Maka aku akan berjuang agar bisa membantu perekonomian keluarga yang lebih baik..

Menahan rasa..Menahan kata..mengikhlaskan diri.. Mencintai diri sendiri,namun merelakan segalanya demi membahagiakan keluarga semua dicapai dengan airmata yang tak henti. Kerja keras yang tak lekang oleh waktu.

Keesokan harinya ayahku pamit pulang, karna Ibu dan adik-adikku pastilah kawatir kalau ayahku berlama-lama pergi. sebelum pergi ayahku menitipkan amplop untuk uang sakuku. Ini buat peganganmu nak..Maaf Ayah belum bisa kasih lebih, Ayah simpan ajah uangnya. Kataku. Jangan nak, ambillah buat nambahin biaya kuliahmu nak. Ayahku memaksa. Baiklah Yah..Makasih. Setelah ayahku pergi, aku membuka amplop pemberian ayah, ternyata cukup untuk biaya registrasi ulang kampusku .yang membuat aku memang sedang kebingungan untuk itu,karna upah dari cuci piring di warung makan tidaklah cukup untuk memenuhi itu semua dalam waktu seketika. Akhirnya dengan berat hati aku menerima amplop itu walau aku tau Ayahku pasti mendapatkan nya karna hutang dari bosnya. Tapi aku berjanji suatu saat aku akan kembalikan itu semua dengan sukacita dan semangat yang berapi-api. Ayahku adalah Pahlawanku sepanjang masa kehidupanku. Walau dia tak bisa mengungkapkan ekpresinya tapi setidaknya aku memahami kalo cinta ayah tulus pada kami keluarganya.

Lihat selengkapnya