Kejadian tadi hanya salah satu contoh bentuk ‘kasih sayang’ dari saudara perempuan yang tingkahnya kadang tidak kumengerti. Bayangkan saja, kamu menerima perlakuan seperti itu dari empat—ya, EMPAT orang yang berbeda.
Echa, anggota termuda di keluarga ini, sedikit berbeda dalam menunjukkan rasa sayangnya. Dia akan menempel padaku seharian bila aku ada di rumah. Permintaannya juga kadang lebih tidak masuk akal dan akan bereaksi berlebihan bila aku menolaknya.
“Kak, aku mau baca komik One Piece terbaru,” katanya di hari Sabtu sore.
Kami sedang berada di lantai tiga ruko empat lantai ini. Gadis berambut sepanjang siku itu duduk menekuk lutut di sofa sebelahku.
Aku yang sedang memainkan game di ponsel, menjawab asal, “Baca aja.”
Dia mendesah pelan dan berkata, “Iya, emang mau baca.”
“Emangnya kamu punya?” tanyaku tanpa menghentikan permainan jari di layar ponsel. Mataku masih bergerak ke kanan dan kiri mengikuti gerak karakter dua dimensi itu.
“Nggak punya.”
“Terus, gimana mau baca?”
Perasaanku mulai tidak enak. Benar saja, sejurus kemudian Echa langsung memelukku erat. Segera kuamankan ponsel supaya tidak direbut atau terjatuh karena gerakan mendadak itu. Sekeras apa pun usahaku melepaskan diri, pelukan Echa lebih erat. Aku heran dari mana dia mendapat kekuatan ini dengan badan mungilnya.
“Cha! Kakak lagi main nih! Nanti kalah!” protesku.
“Aku bilang, aku mau baca komik One Piece!” ulangnya.
“Iya, tapi kalau nggak punya bukunya, gimana mau baca?”
“Pokoknya Kak Ezra adalah kakak terbaik di dunia!” Pelukannya semakin erat. Aku semakin tidak berkutik. Percuma saja menolak permintaan gadis berusia 14 tahun itu. Akibatnya akan lebih fatal.
Aku menyerah dan melemaskan tubuh. Kurasakan tangan Echa mulai menjauh. Kini dia duduk menatapku dengan mata berbinar.
“Kakak tahu Yogi, teman sekelasku yang tinggal di ruko ujung jalan itu? Dia punya.”
“Terus?”
“Pinjamin ke dia dong!” Echa mulai merajuk manja.
“Kenapa kamu nggak pinjam sendiri, Cha? Dia ‘kan temanmu, masa Kakak yang harus pinjam? Kan kamu yang mau baca.”
“Dia pasti nggak mau kasih pinjam ke aku.”
“Kok gitu?”
“Itu ….” Echa tampak ragu. Bola matanya melirik ke kanan dan ke kiri, lalu melanjutkan, “Terakhir aku pinjam, bukunya sobek dan basah. Dia jadi marah nggak mau pinjamin aku lagi.”
“Ya, itu ‘kan salah Echa, kok Kakak yang kena? Lagian itu buku kenapa bisa sampai sobek dan rusak?”
“Aku nggak sengaja!”