Aku dan Empat Bidadari Reseh

Lirin Kartini
Chapter #18

BAB. 18 - CEWEK CANTIK

Emily sedang melayani pembayaran saat aku memasuki butik. Dia mengangguk padaku dan tersenyum seolah mengatakan, “Syukurlah kamu udah pulang.”

Aku lalu naik dan mendapati kafe Eiko yang sibuk. Hampir semua kursi dan meja penuh oleh pengunjung. Aku melongok ke dalam dan mendapati senyum lebar Eiko yang sedang berdiri di depan mesin kopi. Masih mengenakan celemek abu-abu dia menghampiriku setelah meminta salah satu rekan menggantikannya sebentar.

Take your time, Ezra,” katanya sambil memelukku. “Mau yang manis-manis?”

“Nggak usah. Udah kenyang,” tolakku dengan senyuman. Sedikit merasa bersalah, tapi Eiko tidak mempermasalahkannya.

Setelah itu aku naik ke atas dan menemukan Echa duduk di sofa dengan televisi menyala yang tidak ditontonnya. Bocah itu malah asyik bermain ponsel dan cekikikan sampai tidak mendengar aku masuk.

“Ngapain, Cha?” tanyaku sambil terus berjalan menuju kamar.

Echa meletakkan ponselnya dan buru-buru mendatangiku. “Kenapa baru pulang? Ke mana aja? Sama siapa? Sama cewek? Kenapa nggak kasih kabar?” cecarnya tanpa memberiku kesempatan menjawab. Tingkahnya macam pacar posesif saja.

Aku menyentil dahinya. “Cerewet banget sih!”

Echa pun cemberut sembari mengusap bekas sentilanku. “Ya, habisnya Kak Ez kabur gitu aja. Nggak takut sama ancamanku? Beneran udah aku acak-acak itu kamar!”

“Oh, ya?” Aku melipat dua tangan di depan dada. Mataku menyipit menatapnya untuk menunjukkan ketidakpercayaanku.

“Bener! Kak Ez nggak percaya?”

Aku tertawa. “Kalau emang bener, kamu nggak bakal ada di sini. Kamu pasti ngumpet di kamarmu. Udahlah, Kak Ez capek. Mau istirahat.”

“Eh, tunggu! Ke sini dulu!” Echa menarik lenganku menuju sofa. Dia lalu mengeluarkan beberapa komik yang dia sembunyikan di bawah bantal dan menyerahkannya padaku. “Aku dapat pinjaman dari Yogi. Semuanya komik baru terbit. Kak Ez boleh baca duluan,” katanya.

Aku memandang komik dan Echa bergantian. Beginilah cara dia merajuk, tapi tidak akan lama. Aku yakin sebentar lagi, gadis itu akan berubah pikiran. “Beneran?” tanyaku memastikan.

Echa mengangguk.

“Kenapa kamu nggak baca dulu sambil nunggu Kak Ez pulang?”

“Nggak. Kak Ez dulu aja. Tadi aku juga masih sibuk yang lain. Mau nggak?”

Kupandangi gadis itu, lalu terbersit ide untuk menggoda dan memancing emosinya. Bisa kulihat, sebenarnya dia sudah tidak sabar untuk membaca semua komik baru itu. Namun, demi mengambil hatiku setelah kejadian tadi pagi, dia rela menunggu.

“Kak Ez mikirnya lama banget sih! Mau nggak?” Echa mulai kesal dan menghentakkan kakinya. “Kalau nggak mau, sini! Aku bawa lagi!”

Tangan Echa sudah hampir menyentuk komik itu, tapi segera kutepis. “Mau kok! Makasih lho, Cha. Sering-sering lah begini,” ujarku dengan semringah.

Senyum Echa mengembang. Namun, saat aku hendak masuk ke kamar, dia kembali memanggil, “Tunggu, Kak.”

Nah, ini dia. Aku yakin dia akan meminta kembali komik itu.

“Ehm … itu ….” Ekspresi Echa berubah. Tubuhnya bergerak ke kanan dan ke kiri seperti bimbang. Tatapannya pun melirik ke sana ke mari.

Lihat selengkapnya