Pengumuman IEW akhirnya sampai juga di kelasku. Semua anak pun ribut dan antusias karena baru mengetahuinya. Sedangkan aku senyum-senyum sendiri bersama Sam karena sudah mendapat informasi sebelumnya. Bahkan Clara sempat menengok padaku sambil tersenyum. Jantungku berdegup kencang karena baru saja kemarin kami membahas hal itu, yang membuatku seolah mempunyai ikatan khusus dengannya.
Aduh, Ezra! Sadar dong! Jangan menghalu mulu! Aku menepuk dahi untuk menyadarkan diri sendiri yang terlalu percaya diri. Aku pun kembali menatap guru wanita yang sedang menulis sesuatu di papan tulis.
Guru yang dipanggil Bu Win itu kemudian menghadap anak-anak didiknya setelah menulis kepanjangan dari IEW di papan. “International Entrepreneurship Week ini adalah kegiatan di mana kalian belajar menjadi pengusaha. Tentu semua sudah memahami alurnya, ‘kan. Nah, di sini kalian siapkan rencana bisnisnya, produksi barangnya, sekaligus memasarkannya. Untuk modalnya, kalian bisa menggunakan uang pribadi, patungan, atau cara lainnya. Asal bukan mencuri atau perbuatan buruk lainnya. Seluruh keuntungan dikembalikan pada kalian. Jadi, buat semenarik mungkin dengan harga terjangkau,” jelasnya.
Kelas pun menjadi ribut. Mereka tampak antusias, tapi ada juga yang merasa kegiatan ini merepotkan. Aku termasuk yang pertama. Bisa kulihat Sam dan Clara merasa demikian karena kepala mereka mengangguk-angguk senang.
“Presentasi dan hasil penjualan akan dinilai. Tiga terbaik seluruh sekolah nantinya akan tampil di acara puncak untuk pengumuman pemenang. Kalian sudah siap? Nah, sekarang buat kelompok tiga sampai lima orang. Jenis produk akan diundi.” Bu Win menambahkan.
Anak-anak di kelas pun sibuk berdiskusi dengan teman terdekatnya. Aku dan Sam yang sudah sepakat pun tersenyum. Sempat terpikir untuk mengajak Clara, tapi sepertinya gadis itu mempunyai rencana sendiri. Tampak empat gadis lain sudah berkerumun di mejanya.
“Mulai hari ini, kalian sudah bisa mengerjakannya hingga bulan November saat acara puncak. Jika ada yang belum mengerti atau bingung, jangan segan bertanya.” Suara Bu Win menyela di keributan kelas.
“Ezra! Sam!” Terdengar seruan dari belakang samping. Milo dan Ben tampak mendekat ke bangkuku. “Gue sama Ben gabung kalian, ya?” katanya sambil menunjuk dirinya sendiri dan Ben.
“Boleh sih. Cukup deh empat orang,” jawabku setuju. Sam juga mengangguk.
Milo dan Ben masih berdiri di dekat mejaku sembari menunggu Bu Win selesai menulis undian. Beliau tadi mengatakan, jenis produknya akan dibagi menjadi makanan dan non-makanan. Tiap kelompok wajib mematuhi hasil undian dan tidak boleh ditukar.
“Ada rencana mau bikin apa nih?” tanya Milo.
“Bukannya diundi?” Ben heran.
“Iya, tapi nggak ada salahnya, dipikirin dulu.”
Benakku masih mencari-cari ide saat suara Bu Win kembali memecah riuhnya kelas. “Sudah semua, ya. Perwakilan kelompok harap maju dan mengambil undian.” Tampak sebuah kotak kecil di tangannya.
Satu per satu perwakilan kelompok maju. Demikian pula aku yang diminta oleh Sam. Sebuah kebetulan yang menyenangkan ketika Clara ternyata juga maju bersamaku.